Sejak awal, ia mengaku berniat membantu dan menolong para kepsek sebagai pihak yang memiliki kesamaan profesi.
Kedati demikian, Eny Rustiana mengaku, tidak ingin memohon belas kasihan dari siapapun. Tapi meminta keadilan, seadil-adilnya, kepada majelis hakim yang mulia.
"Karena, betapapun tajamnya pedang keadilan, dia tidak akan memenggal kepala orang yang tidak bersalah. Jadi mohon sudi kiranya, agar majelis hakim yang saya muliakan, mempertimbangkan rasa kemanusiaan dalam memutuskan perkara ini," pungkasnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Syaiful Maarif mengatakan, sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 55 dan Pasal 56, Pasal 114 KUHP, itu menjelaskan pada saat pemeriksaan, sebagai tersangka, wajib didampingi oleh PH.
Namun terdakwa Eny tidak didampingi PH. Dan, menurutnya, hal itu telah diakui oleh penyidik kepolisian saat didatangkan sebagai saksi dalam agenda sidang sebelumnya.
"Dan bukti lainnya, ada BAP yang bu Eny tidak ditandatangani oleh PH. Itu tentu saja menurut pasal 114, secara hukum cacat, tidak sah hasil penyelidikan itu. Sehingga menurut kami, proses ini berdampak pada dakwaan, maupun tuntutan tidak dijadikan dasar," ujar PH Syaiful Maarif usai sidang rampung.
Kemudian mengenai kalkulasi nilai kerugian negara dalam perkara ini, menurut Syaiful Maarif, proses penghitungan kerugian negara oleh BPKP Jatim, hanya mengacu oleh BAP saja.
Harusnya, jika perkara ini menyangkut persoalan konstruksi bangunan fisik, perlu dilibatkan kesaksian ahli yang berkompeten perihal bidang tersebut.
"Nah ketentuan dari BPKP, jika tidak ada pemeriksaan dari pihak terkait seperti ahli konstruksi, maka secara hukum tidak lengkap dan cacat. Itu juga tidak dilakukan konfrontir kepada seluruh pihak. Contohnya, kepada bu Eny dan pak Syaiful," katanya.
PH Syaiful Maarif menjelaskan, penghitungan kerugian negara dalam perkara ini, tidak harus didasarkan pada Rancangan Anggaran Belanja (RAB) atau DAK.
Jika hendak menghitung dari uang yang diterima dan uang yang dikeluarkan, patut kiranya menghitung konstruksi fisik yang telah ada.
"Maka pak Agus Karyanto bilang 'pekerjaan ini bersifat spesialis, menyangkut baja.' Dan dia berasumsi, seluruh sekolah tidak memiliki keahlian sendiri. Maka harus ditunjuk pihak ketiga. Pihak ketiga itulah yang mengerjakan, bagian dari swakelola," ungkapnya.
Mengenai sifat pengelolaan uang secara swakelola dalam DAK proyek ini., PH Syaiful Maarif menambahkan, mekanisme swakelola terdapat dua jenis. Swakelola tertutup dan swakelola diberikan sebagian kepada orang lain.
"Contohnya, apa mungkin sekolah itu, punya tukang semua. Kan pasti orang lain. Nah, apakah melibatkan orang lain, atau membeli sendiri, kemudian dianggap swakelola. Gak bisa begitu. Jadi swakelola itu dikendalikan sendiri dan dibeli sendiri, tidak dilakukan orang lain," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, JPU Kejari Surabaya menuntut majelis hakim agar menjatuhi terdakwa Eny Rustiana dengan pidana penjara selama sembilan tahun.
Perempuan kelahiran Jember itu, dianggap terlibat melakukan tindak pidana korupsi bersama terdakwa lain, yakni Syaiful Rachman, eks Kadispendik Jatim.