Berita Surabaya

Nasib Terdakwa Korupsi Senkuto Pasuruan, Kini Divonis Bebas Setelah 5 Bulan Jadi Tahanan

Penulis: Tony Hermawan
Editor: Ndaru Wijayanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tjitro Wirjo Hermanto, terdakwa kasus korupsi senkuto divonis bebas

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Tony Hermawan

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan seorang terdakwa kasus korupsi yang dituding jaksa penuntut umum mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 5,124 miliar, Jumat (2/1/204).

Terdakwa itu bernama Tjitro Wirjo Hermanto. Ia adalah pengelola Grosir Senkuko, salah satu tempat kulakan sembako terbesar di Kota Pasuruan. 

Putusan tersebut dibacakan di ruang Cakra. Terdakwa menghadapi sidang secara daring dari tempatnya ditahan, di Lapas II B Pasuruan. Sedangkan, yang hadir di tempat sidang empat pengacara serta putra terdakwa.

Kasus ini bermula dari perjanjian kerja sama pengelolaan gedung bekas bioskop di komplek Pasar Kebonagung antara pemerintah setempat dengan Koperasi Pedagang Pasar Kebonagung pada 2008 silam.

Tempat grosir yang berdiri di atas lahan 1.700 milik pemerintah Pasuruan  sejak 2008 hingga 30 tahun mendatang disewa dengan biaya per tahun Rp25, 5 juta. Rinciannya Rp 10,5 juta untuk retribusi, sedangkan Rp15 juta untuk kontribusi.

Jaksa penuntut umum menganggap ada perbuatan korupsi dalam sewa lahan itu. Acuannya, ketika jaksa melakukan penyelidikan dengan mengamati peraturan daerah (perda), biaya sewa satu tahun per 1 meter di lokasi tersebut ialah Rp100 ribu. Bila dihitung usaha yang dikelola terdakwa  mengakibatkan negara mengalami kerugian sekitar 5,124 miliar. 

Jaksa menyeret Tjitro Wirjo Hermanto karena dinilai pihak yang harus bertanggung jawab. Terdakwa ini selain menjadi pengelola Sankuko, juga menjabat sebagai bendahara di Koperasi Pedagang Pasar Kebonagung.

Namun di babak akhir pembuktian kasus tersebut, majelis hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah.

Hakim Ketua, Halimah Umaternate menjelaskan, terdakwa yang sudah menginjak usia 72 tahun tidak cukup bukti dinyatakan bersalah.

Pasalnya, dalam perjanjian sewa terdapat tanda tangan wali kota yang intinya pemerintah setempat setuju setiap tahun usaha yang dikelola terdakwa membayar sewa Rp 25,5 juta.

Hasil konsultasi dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) bila terdakwa dikenakan biaya sewa sesuai ketentuan perda, seharusnya terlebih dahulu membuat adenddum (surat perjanjian kontrak) baru.

"Ada mal administrasi, tidak ada niat jahat terdakwa melakukan tindak pidana korupsi,"  terang Halimah Umaternate.

Moch. Chusnul Manap dan Indah Wahyuni, dua di antara empat pengacara terdakwa mengaku senang mendengar putusan tersebut. Satu sisi juga merasa kaget. Pasalnya, hari itu setelah selesai membacakan pembelaan untuk kliennya, tiba-tiba ketua majelis hakim yang diketuai Halimah Umaternate meminta sidang diskor.

Selang 15 menit kemudian, majelis hakim menyatakan kliennya lepas dari segala tuntutan.

"Ini membuktikan masih ada keadilan di negeri ini. Juga memberikan suatu peringatan bahwa tidak selamanya orang yang didakwa korupsi itu korupsi. Alhamdulillah, majelis hakim mengembalikan nama baik klien kami dan kami tekankan putusan ini tidak ada rekayasa," ucap Chusnul Manap.

Irwan Tjitro, anak terdakwa saat itu juga terlihat girang. Semula selama sidang berlangsung, ia duduk di pojokan kursi pengunjung.

Dua tangannya kerap dikepalkan dan beberapa kali terlihat ditempelkan di kepala. Setelah mengetahui bapaknya bisa pulang ke rumah, berkali-kali dua tangannya digertakan.

Dua jaksa yang mengawal kasus tersebut tidak berkomentar banyak di akhir sidang. Ainur, salah seorang jaksa mengatakan akan mengajukan kasasi. Setelah itu, mereka bergegas pergi meninggalkan tempat sidang

Berita Terkini