TRIBUNJATIM.COM - Aksi siswa-siswi SMA/SMK di Sulawesi Tenggara (Sultra) demo di sekolah jadi sorotan.
Pasalnya siswa siswi tersebut menggelar aksi demo ditengarai gegara Kepsek merokok.
Bahkan dalam video yang viral, mereka sampai menyalakan api saat berdemo.
Ratusan siswa siswi SMA atau SMK disebutkan di salah satu sekolah yang ada di Sulawesi Tenggara melalukan aksi demonstrasi.
Peristiwa tersebut ramai jadi perbincangan pada Senin (5/1/2024).
Seperti diketahui, berbagai unggahan video viral dan foto terkait aksi demonstrasi di salah satu sekolah yang ada di Sulawesi Tenggara, beredar di media sosial.
Misalnya saja unggahan video viral di akun Instagram @sultrahitz.
Terlihat dalam video viral, ratusan siswa-siswi berdiri di depan bangunan sekolah melakukan aksi demonstrasi.
Mereka juga membawa spanduk dan dibentangkan bersama.
Selain itu terlihat seorang siswa yang membawa alat pengeras suara atau megaphone.
Adapula yang bertugas menyalakan api di area halaman sekolah.
Mereka sampai menyalakan api di depan gedung sekolah mengekspresikan kemarahan.
Dari rekaman video viral dan foto tuntutan yang beredar, mereka menyerukan untuk mendapatkan Kepala Sekolah atau Kepsek yang bisa bekerja dan tak hanya sekedar merokok.
Para siswa siswi ini berteriak dan melompat-lompak saat berdemonstrasi.
Baca juga: Masa Lalu Wiwin Sebelum Jadi Kades, Viral Dikira Tenteng Tas Rp 700 Juta saat Demo: Biasa Matching
Sedangkan pada sisi bangunan sekolah, terlihat seorang wanita yang berdiri mengenakan baju kuning, diduga guru para murid.
Para siswa-siswi ini mengenakan seragam sekolah putih abu-abu.
Ditelusuri TribunnewsSultra.com, pada unggahan akun Facebook Berita Kolaka Utara di hari yang sama, diunggah sejumlah foto.
Di mana foto tersebut menunjukan deretan tuntutan para siswa-siswi.
Sebanyak delapan foto berisikan petisi yang ditandatangani ratusan siswa untuk meminta Kepsek mundur.
"Kami seluruh siswa siswi SMKN 3 Kolut satu suara," tulis spanduk tersebut.
Tertera pula pada atas spanduk jika para murid menginginkan sosok Kepsek yang mendampingi dan mengerti perjuangan bawahan hingga murid.
"Bukan hanya berdiri dan sambil ngerokok sana-sini," tulis spanduk tersebut.
Selain itu ada pula secarik kertas berisikan poin tuntutan para murid.
Di mana aksi demonstrasi mereka tersebut diberi nama 'Gerakan 5 Februari 2024'.
"Hilangnya rasa kepercayaan terhadap pemimpin," tulis pada barisan pertama unggahan.
Berikut ini isi poin tuntannya dari foto yang diunggah akun Facebook Berita Kolaka Utara:
Selain itu deretan foto lainnya menunjukan deretan prestasi organisasi sekolah dan murid dalam berbagai bidang.
Posting-an ini pun ramai menjadi perhatian para netizen.
Baca juga: Snack Pelantikan Wujudnya Rp2500 Padahal Anggaran Rp15.000, Anggota KPPS Protes: Tidak Layak
Sementara itu begitu pilu nasib Mustamin seorang guru honorer di Sulawesi Selatan yang sudah mengabdi 17 tahun.
Mustamin bahkan sampai ikhlas menghibahkan lahan tanah pribadinya untuk dijadikan gedung sekolah.
Namun hingga 17 tahun dirinya tak kunjung diangkat sebagai PNS hingga kesal ke pejabat.
Disebut ia harus menjadi guru honorer selama dua tahun.
Namun janji Mustamin untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil tak kunjung terwujud.
Padahal pengangkatan dari guru honorer ke PNS tersebut telah dijanjikan kepadanya 17 tahun silam.
Mustamin diketahui mengajar di UPT SDN 26 Lingkungan Ganjenga, Kelurahan Bulujaya, Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Ia mengalami pahitnya janji yang hanya terucap melalui lisan tanpa keterangan tertulis.
Pada tahun 2007, Mustamin dengan niat baik hati menghibahkan tanahnya untuk pembangunan SDN 26.
Sekolah tersebut berjarak hanya 100 meter dari kediamannya.
Dalam pertukaran, Mustamin dijanjikan akan diangkat jadi PNS setelah setia mengabdi di sekolah tersebut selama dua tahun.
Namun kenyataannya kini justru berbeda.
Istri Mustamin, Ratnawati, yang juga mengajar di sekolah yang sama, menyampaikan pengalaman pahit suaminya.
"Lahan pribadi punya suami saya, dihibahkan dan dijanji mau di-PNS-kan, katanya honor dulu dua sampai tiga tahun," ungkap Ratnawati, melansir Tribun Timur.
Pada waktu itu, perwakilan Bupati Jeneponto telah menyampaikan janji tersebut secara langsung.
Namun hingga kini Mustamin tidak kunjung mendapatkan kepastian terkait pengangkatan sebagai PNS.
Ratnawati menyebut bahwa janji tersebut hanya berdasarkan kesepakatan lisan tanpa disertai dokumen tertulis yang mengikat.
"Dusun saat itu namanya Rapa dan saat ini masih hidup, katanya apapi lagi kita semuami ini nak yang jadi suratnya."
"Ini saja sudah menguatkan karena ada akta hibahnya, ada semuami namamu disini," jelasnya.
"Sampai sekarang tidak ada pengangkatan PNS untuk suamiku," kesal Ratnawati.
Mustamin pun sempat berniat untuk menutup SDN 26 sebagai bentuk protes.
Namun niat Mustamin berhasil dicegah oleh istrinya.
"Pernah mau natutup sekolah, tapi saya bilang dimanaka mau mengajar, saya juga kasihan sama anak-anak (siswa)," terangnya.
Gedung sekolah tersebut bahkan hanya memiliki lima gedung tanpa ruangan kantor.
Ratnawati dan Mustamin sendiri telah mengabdikan diri sebagai guru honorer selama puluhan tahun.
Lamanya pengabdian tersebut dirasa membuat mereka telah memenuhi syarat untuk diangkat sebagai PNS.
Namun hingga saat ini, janji tersebut masih menjadi harapan yang terus tertunda.
Pasalnya hingga kini tak ada kejelasan yang diberikan dari pihak berwenang.
17 tahun berlalu setelah pembangunan sekolah, hingga kini Mustamin belum mendapatkan titik terang perihal dirinya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Padahal perwakilan Bupati Jeneponto, Radjamilo, pada saat itu datang langsung menemui Mustamin dan menyampaikan janji.
"Waktu itu pejabat yang ada perwakilan dari bupati, ada anggota DPRD, ada Pak Dinas Pendidikan."
"Yang menjanjikan dulu 01 (Bupati) melalui perwakilannya, tahun 2007," ungkap Ratnawati yang juga masih berstatus honorer.