TRIBUNJATIM.COM, BOJONEGORO - Eka Puspa Cahyaningrum kecewa dengan tuntutan JPU Kejari Bojonegoro untuk G (17), S (17), dan R (14) yang ikut mengeroyok Galang Regil Metrik Affandi hingga tewas.
Menurut perempuan yang merupakan ibu dari mendiang Galang Regil Metrik Affandi ini, tuntutan hukum untuk G, S, dan R yang dijatuhkan JPU Kejari Bojonegoro itu sama sekali tak setimpal.
"Tuntutan hukuman (untuk G, S, dan R, red) itu terlalu ringan," kesalnya saat ditemui awak media di PN Bojonegoro, Selasa (19/3/2024) siang.
Perempuan akrab disapa Eka itu menyebut, G, S, dan R yang andil dalam kematian anaknya semestinya dituntut JPU Kejari Bojonegoro dengan hukuman lebih berat. Bukan cuma penjara satu tahun.
"Kalau bisa, mereka (G, S, dan R, red) itu harus mengalami apa yang dialami oleh anak saya (Galang Regil Metrik Affandi, red). Yaitu, mati," turut Eka dengan bibir bergetar dan mata berlinang.
Baca juga: Sidang Perdana Ronald Tannur Penganiaya Kekasih di Karaoke Surabaya, Hakim Singgung Sidang Offline
Prinsip ekstrem tersebut, kata dia, mengingat yang hilang dari Galang Regil Metrik Affandi akibat perbuatan G, S, R dan kawanannya bukanlah barang atau benda. Melainkan, nyawa.
"Saya masih belum terima (kematian Gilanh Regil Metrik Affandi, red). Sedianya, nyawa ya mesti dibalas nyawa. Tidak lain," tegas ibu yang kehilangan anak satu-satunya ini.
Diberitakan sebelumnya, tiga anak berinisial G (17), S (17), dan R (14) menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, Selasa (19/3/2024) siang.
Oleh JPU Kejari Bojonegoro Dewi Lestari, tiga anak pelaku pengeroyokan Galang Regil Metrik Affandi di Jalan Raya Bojonegoro-Dander hingga tewas itu dituntut hukuman satu tahun penjara.
Baca juga: Polres Ponorogo Tetapkan 3 Anak Berurusan dengan Hukum Kasus Pengeroyokan, Masih Berusia 14 Tahun
JPU pengganti Dekry Wahyudi ini meneruskan, tuntutan kepada tiga terdakwa di bawah umur itu mengacu Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pengeroyokan.
Terkait mengapa tuntutan kepada G, S, dan R tampak ringan, JPU Dewi sapannya mengatakan, itu disebakan ketiga terdakwa tersebut masih belum cukup umur alias masih anak-anak.
"Serta, ketiga terdakwa (G, S, dan R, red) ini bukan pelaku utama," jelasnya saat diwawancara cegat oleh Tribunjatim.com di Kantor Kejari Bojonegoro, Selasa (19/3/2024) sore.
Sebagaimana diketahui, Galang Regil Metrik Affandi tewas usai dikeroyok sekawanan pemuda di Jalan Raya Dander-Bojonegoro turut Desa Mojoranu, Kecamatan Dander, Bojonegoro, Senin (12/2/2024) dini hari.
Setelah menyelidiki, Satreskrim Polres Bojonegoro menetapkan sembilan tersangka atas tewasnya pelajar berusia 18 tahun asal Desa Ngumpakdalem, Kecamatan Dander, Bojonegoro itu.
Kesembilan tersangka dimaksud terdiri dari enam dewasa dan tiga anak, inisialnya sebagaimana disebutkan di atas. Kesembilan tersangka itu, semuanya warga Kecamatan Dander, Bojonegoro.
Hal serupa juga terjadi dalam kasus santri bunuh santri di Kediri.
Kasus penganiayaan santri B (14) asal Banyuwangi yang meninggal saat menimba ilmu di Pondok Al-Hanifiyyah, Mojo, Kabupaten Kediri mulai disidangkan.
Pihak Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan tujuh saksi dalam persidangan pemeriksaan saksi awal yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri, Selasa (19/3/2024).
Pelaksanaan sidang terdakwa AK (17) asal Surabaya dan AF (16) asal Denpasar berlangsung tertutup.
Tujuh saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini merupakan rekan korban yang berada di satu pondok yang sama dan beberapa di antaranya adalah rekan korban satu kamar.
"Selama persidangan pemeriksaan saksi kemarin para terdakwa tidak membantah keterangan dari saksi yang dihadirkan," ujar salah satu JPU Aji Rahmadi saat dikonfirmasi, Rabu (20/3/2024).
Menariknya ada fakta baru yang muncul berdasarkan keterangan dari saksi yang hadir.
Yakni adanya dugaan salah satu terdakwa yang menganiaya korban secara intens dibandingkan terdakwa lainnya.
Namun hal ini masih akan dibuktikan dan diperkuat kembali dengan hadirnya saksi ahli dan ibu korban dalam persidangan lanjutan.
"Masih akan ada pembuktian lagi, kemungkinan besar kami akan menghadirkan saksi dari pondok pesantren, dokter, dan ibu korban," jelas Aji.
Aji menuturkan, kendati para terdakwa tidak membantah secara garis besar yang disampaikan saksi, namun ada beberapa hal yang disebut kurang sesuai dengan fakta.
Hal itu diungkapkan oleh penasehat hukum dari para terdakwa.
Sementara itu Ulinnuha selaku penasehat hukum terdakwa mengaku mengapresiasi JPU yang telah menghadirkan para saksi.
Menurutnya ada beberapa keterangan saksi yang dinilai tim hukum terdakwa kurang sesuai.
"Menurut kami dari tim hukum ada beberapa ketidaksesuaian antara keterangan dari saksi. Nanti kami ikuti sidang selanjutnya dan melihat perkembangan seperti apa," ujarnya.
Sekadar informasi, sidang perdana kasus penganiayaan santri asal Banyuwangi yang meninggal di Ponpes Kediri telah digelar pada Senin (18/3/2024).
Kedua terdakwa didakwa dengan sejumlah pasal berlapis Pasal 80 ayat (3) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atau kedua, Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana mati, seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Atau ketiga, Pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.
Atau keempat pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Namun, karena kedua terdakwa berusia di bawah umur maka akan dikenakan ancaman maksimal 10 tahun penjara.