TRIBUNJATIM.COM - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD ikut angkat bicara soal kasus Vina Cirebon.
Pria yang dulu juga menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi itu memberi pesan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Mahfud MD mencurigai soal hukum yang dipermainkan.
Ia pun mengungkap alasannya.
Kasus Vina Cirebon hingga kini masih belum tuntas.
Meski DPO pelaku kasus Vina Cirebon, Pegi Setiawan telah ditangkap setelah 8 tahun.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Jules Abraham Abast menyebutkan bahwa Ditreskrimum Polda Jabar telah memeriksa ulang 68 saksi.
Selain itu melibatkan ahli psikologi forensik.
Diantaranya saksi yang diperiksa oleh ahli psikologi forensik adalah ayah Pegi Setiawan, Rudi Irawan.
Baca juga: Sutradara Akui Buat Film Vina Cirebon untuk Komersial, Sentil Perjanjian soal Bayaran untuk Keluarga
Kini, video Mahfud MD menanggapi kasus Vina Cirebon viral di media sosial.
Video tersebut diunggah di channel YouTube pribadinya, yang diposting ulang akun TikTok @becek2024.
Dalam video tersebut, Mahfud mengatakan, betapa hukum Indonesia sering dimain-mainkan.
Namun, ia tidak ingin katakan selalu dimain-mainkan, tapi sangat sering dimainkan kalau sudah menyangkut pejabat atau menyangkut duit.
Hukum di Indonesia dimain-mainkan tidak salah, karena kasus hukum di Indonesia itu puluhan ribu.
Ini ada kasus satu dua hingga 10.
Menurutnya, ini bagian dari penyimpangan.
Baca juga: Suroto Gemetar Dengar Vina Cirebon Minta Tolong saat Evakuasi, Sebut Motor Tak Rusak: Film itu Salah
"Saya tidak tahu persis kasus Vina ini, tetapi konstruksi kasusnya begini, Dulu ada 11 tersangka, Lalu diajukan ke pengadilan. 8 sudah dihukum dan 3 lari," katanya, melansir dari Tribunnews.
"Lalu ada film Vina Sebelum 7 hari. Nah, kasus ini muncul lagi. Dulu diumumkan 3 orang. Dulu lari kemana itu orang. Itu kan resmi diumumkan buron. Namanya A,B,C, nah ini baru muncul kasus ini," tambahnya.
Menurut Mahfud, hal itu membuatnya berpikir, bukan sekedar unprofesional, tapi ada permainan.
Mungkin polisi kurang cakap, tapi kalau ada melindungi seseorang atau mendapatkan bayaran dari seseorang untuk mengaburkan kasus, itu sudah permainan yang jahat.
Maka dari itu ia cenderung memilih kasus ini lebih dari unprofesional, yakni ada permainan.
Alasannya, dulu dihadirkan di pengadilan, 8 tersangka diputus bersalah dan dihukum seumur hidup.
Lalu tiga orang dinyatakan buron dilupakan sampai 8 tahun dan muncul di film lalu orang kaget lagi.
"Konyol lagi diumumkan buron 3 orang. Sekarang ada 2 masalah," tutur Mahfud.
Dua masalah itu, lanjut Mahfud, Pegi ditangkap muncul kesaksian bahwa orangnya bukan itu.
Pegi yang ditangkap mengaku tidak tahu. Apakah ini bukan sekedar kambing hitam?
Baca juga: Mantan Jenderal Bintang Tiga Polri Bicara Kasus Vina Cirebon, Cari Ayah Eki dan Beber Fakta Janggal
Alasan kedua adalah dua buron dibilang salah sebut.
Di mana polisi sudah menyelidiki dan menyidik dalam waktu yang lama dibilang salah sebut.
Sehingga hanya dianggap satu, yaitu Pegi, duanya dianggap tidak ada.
Melihat itu, maka kasus ini merupakan carut marut hukum.
Mahfud MD pun meminta Prabowo Subianto menuntaskan kasus ini.
"Kalau Prabowo menyelesaikan kasus ini tidak akan merugkan posisi politik, posisi ekonomi pun tidak. Ini kasus kriminal. Tidak akan melibatkan banyak pejabat-pejabat tinggi-tinggi amat, yang mempunyai kepentingan politik dan kepentingan bisnis," tandas Mahfud MD.
Baca juga: Banyak Saksi Mendadak Bermunculan, Keluarga Vina Cirebon Malah Heran, Dulu 1 Saja Sangat Susah
Sementara itu, baru-baru ini Mahfud MD blak-blakan dan ungkap betapa ugal-ugalannya Kepolisian RI.
Bahkan Mahfud MD mengaku pernah diancam pihak Kepolisian saat menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam acara Terus Terang yang diunggah di akun Youtube Mahfud MD pada Rabu (4/6/2024).
Mahfud MD mengingatkan kembali kasus Cicak Vs Buaya yang terjadi antara KPK dan Polisi di era SBY.
Saat itu kata Mahfud MD, dirinya menjabat sebagai Ketua MK.
Mahfud MD tidak menampik bahwa ada upaya kriminalisasi yang dilakukan pihak Kepolisian terhadap KPK di saat itu.
Hal itu membuat dua petinggi KPK yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah dijadikan tersangka.
Saat itu Mahfud MD mengaku melapor ke SBY perihal peristiwa yang terjadi. Hingga akhirnya SBY mengeluarkan Perppu untuk melindungi KPK.
Namun kata Mahfud MD, Perppu tersebut ditolak oleh DPR RI.
“Saya datang ke SBY, Pak ini gak bener, lalu Pak SBY keluarkan Perppu. Tapi Perppu itu sendiri ditolak lantaran dianggap tidak bisa di judicial review,” ucap Mahfud.
Akhirnya kata Mahfud MD, dia blak-blakan kepada publik bahwa ada rekayasa dalam penetapan tersangka dua pejabat KPK.
Bahkan Mahfud MD mengaku mengantongi bukti rekaman terkait rekayasa penetapan tersangka Bibit dan Chandra.
Namun kata Mahfud MD, KPK sendiri tidak berani mengeluarkan barang bukti tersebut. Mahfud MD pun menduga ada intimidasi dari Kepolisian agar tidak membongkar rekaman tersebut.
Bahkan Mahfud MD mengaku menerima ancaman dari Kepolisian meskipun dirinya saat itu seorang Ketua MK.
“Saya pun diancam, ini saya Ketua MK diancam, kalau sampai disetel di MK mau dirampas karena itu ilegal, jadi diancam Polisi, di televisi ada kok,” ucapnya, melansir dari WartaKota.
Baca juga: Kata Media Asing soal Pemerintahan Jokowi Tagih Uang 3 Persen ke Pekerja, Pesan Mahfud MD Menohok
Maka Mahfud MD tidak heran saat Kejaksaan RI tersandera oleh Polisi lantaran karena gencar mengungkap kasus korupsi.
Diketahui belakangan Kejaksaan RI vs Polisi mencuat lantaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dimata-matai oleh anggota Densus 88 Antiteror.
Penguntitan tersebut kemudian terungkap usai pengawal dari Jampidsus yang merupakan Polisi Militer (PM) memergoki oknum Densus 88 Antiteror tersebut membuntuti Jampidsus.
Namun saat kasus itu diungkap di publik, semuanya menguap. Bahkan Polisi tidak menghukum anggota Densus 88 Antiteror yang telah menguntit Jampidsus.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com