Wanita Tewas Usai Karaoke Sama Pacar

Pengacara Dini Sera Afrianti Laporkan Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur ke MA KPK & Komisi Yudisial

Penulis: M Taufik
Editor: Samsul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim Pengacara BBH DI saat menggelar konferensi pers, membeber sejumlah kejanggalan dalam sidang terkait kasus penganiayaan dengan terdakwa anak anggota DPR

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, M Taufik

TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO – Tim pengacara dari ibunda Dini Sera Afrianti membeber sejumlah kejanggalan terkait vonis majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Erintuah Damanik tersebut.

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur, anak Anggota DPR RI yang didakwa melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya Dini Sera Afrianti hingga meninggal dunia, berbuntut panjang.

Tim pengacara dari Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia (BBH DI) itu juga mengadukan persoalan ini ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami mewakili keluarga korban menyampaikan kekecewaan dan duka mendalam atas matinya keadilan di republik ini. Kami mengecam keras keputusan tersebut,” kata Dimas Yemahura Alfarauq, pengacara ibunda Dini Sera Afrianto dalam konferensi pers di Sidoarjo, Kamis (25/7/2024).

Kepada sejumlah wartawan, Dimas dan tim membeber sejumlah kejanggalan terkait sidang tersebut.

Baca juga: Kejaksaan Kecewa Vonis Bebas Anak Eks Anggota DPR Ronald Tannur, Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Pertama, disebut bahwa dalam proses persidangan yang berjalan, tim kuasa hukum melihat hakim melakukan perbuatan atau sikap-sikap yang tendensius.

Bahkan disebutnya ada beberapa kali hakim mengintervensi atau menghentikan saksi yang sedang menyampaikan keterangan.

“Yang paling saya ingat, saat ahli forensik dari RSUD dr Soetomo dihentikan. Padahal dia sedang menjelaskan apa-apa yang menjadi penyebab kematian korban,” ungkap Dimas.

Kedua, kejanggalan terkait pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini.

Salah satunya disebut bahwa almarhumah meninggal karena sakit lambung.

“Ini jelas pendapat pribadi hakim, tanpa melihat alat bukti dari jaksa penuntut umum (JPU) dan para saksi,” tegasnya.

Alasannya, dari bukti-bukti yang ada sudah terlihat jelas ada banyak luka memar di tubuh korban.

Termasuk bekas terlindas ban mobil. Korban juga tergeletak di basement.

“Bagaimana orang yang meninggal dalam kondisi seperti ini dianggap karena sakit lambung akibat mengonsumsi alkohol. Bukti-bukti yang dikuatkan dengan hasil visum seolah dianggap tidak ada,” lanjut Dimas.

Baca juga: Masih Ingat Ronald Tannur? Anak Anggota DPR Aniaya Pacarnya hingga Tewas, Kini Divonis Bebas

Sementara setelah minum alkohol, diceritakannya, korban masih berada di sana bersama terdakwa. Kemudian korban sempat dipukul menggunakan botol miras, kemudian di basemsent dilindas pakai mobil pribadi terdakwa.

PIhaknya merasa sangat aneh, hakim menyebut tidak cukup bukti terjadinya penganiayaan. “Lantas luka-luka ini dari mana,” tanyanya sambil menunjukan bukti gambar tubuh korban yang mengalami sejumlah luka.

Kejanggalan ketiga, disebut dia bahwa hakim mempertimbangkan adanya upaya dari terdakwa membawa korban ke rumah sakit.  

Padahal jelas, diuraikannya bahwa korban tergeletak di basement dan akan ditinggal oleh terdakwa. Kemudian terdakwa dihentikan skuriti dan mengaku tidak tahu kenapa tergeletak. Padahal sebelumnya dia di situ.

“Setelah dihentikan skuriti, dia kemudian memasukkan korban ke bagasi mobilnya. Kalau itikadnya menolong, kenapa dimasukkan bagasi. Dan ketika itu juga tidak dibawa ke rumah sakit, korban dibawa ke apartemen,” katanya.

Di apartemen juga diturunkan di lobi. Kemudian ditinggal ke atas ke kamar mengambil barang. Lalu pas kembali juga terdakwa disebut hendak meninggalkan korban di lobi. Tapi dia dihentikan oleh skuriti apartemen.

Terdakwa kemudian dibawa masuk ditemui skuriti dan pengelola apartemen. Dia diminta mengantar korban ke rumah sakit. “Buktinya, ke rumah sakit itu didampingi oleh skuriti dan pengelola apartemen,” tegasnya.

Dengan beberapa catatan itu, pihaknya menuding majelis hakim telah menggunakan asumsi pribadinya. Dimas menilai putusan ini sangat liar dan mengingkari fakta-fakta kebenaran yang ada.

Catatan lain, putusan yang sempat ditunda. Sedianya dijadwalkan tanggal 22 Juli, pas hari itu ditunda dengan alasan hakim belum siap. Kemudian baru dibacakan rabu kemarin.

Yang putusannya adalah membebaskan terdakwa.

Terkait putusan itu, tim kuasa hukum bersiap mengambil langkah-langkah hukum. Antara lain, meminta JPU mengajukan banding, kemudian melaporkan tiga orang hakim dalam perkara tersebut ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Tim pengacara juga meminta hakim yang menangani kasasi dalam perkara ini agar memeriksa kasusnya dengan seksama. Serta mempertimbangkan semua fakta yang ada.

Selain itu, mereka juga bakal melapor ke KPK terkait putusan ini. Diharapkan KPK bisa melakukan investigasi terhadap majelis hakim tersebut, kemudian menindak tegas jika ditemukan bukti penyuapan atau sebagainya.

“Dan kami meminta kepada semua media, masyarakat Indonesia yang peduli terhadap perempuan dan perlindungan perempuan untuk bersama-sama mengawal perkara ini. Agar keadilan di negeri ini bisa tetap ditegakkan,” pungkasnya. 

Kepala Kejati Jatim Kecewa bakal ajukan Kasasi

Setelah Hakim Erintuah Damanik dari Pengadilan Negeri Surabaya memvonis Gregorius Ronald Tannur bebas dari tuduhan pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti, gelombang protes bermunculan.

Termasuk yang paling terdepan adalah Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati mengaku juga kecewa Gregorius Ronald Tannur bebas.

Ia merasa keadilan tidak bisa ditegakkan meskipun telah  menerapkan aspek hukum dengan menggali fakta-fakta yang ada.

Untuk itu, ia mendukung kasasi tersebut. “Meskipun langit runtuh, hukum harus tetap tegak,” tandasnya.

Mia Amiati, Kepala Kejati Jawa Timur (Istimewa)

Sementara itu Kejaksaan Negeri Surabaya menyatakan akan mengajukan kasasi.

Upaya hukum itu diambil sebagai sikap agar putusan tersebut bisa diteliti hakim di tingkat Mahkamah Agung.

"Ada beberapa pertimbangan kami yang tidak diambil oleh hakim itu menjadi dasar kami mengajukan kasasi," ujar Putu Arya Wibisana Kasi Intel Kejaksaan Negeri Surabaya, Kamis (25/7).

Putu menjelaskan beberapa poin-poin yang akan dituangkan dalam memori kasasi, dalam kasus pembunuhan kekasih.

Pihaknya akan menentang pandangan hakim yang menyatakan tidak ada saksi yang menegaskan bahwa Dini Sera Afrianti tewas akibat penganiayaan oleh Ronald Tannur.

Selain itu, mereka juga akan menyangkal pernyataan hakim yang disebut  korban meninggal karena alkohol yang ditemukan di lambungnya.

"Dalam persidangan, kami telah menyampaikan bahwa visum et repertum ada salah satu hal yang menjelaskan bahwa hati korban terjadi kerusakan akibat kerusakan oleh benda tumpul. Hatinya pecah. Di dalam organ tubuh korban juga ada bekas lindasan ban mobil," terangnya.

"Selain itu juga CCTV juga telah kami sampaikan, ada beberapa penganiayaan yang juga tampak dan memang tidak ada saksi lain yang bersama korban," imbuhnya. 

Pada kasus ini Gregorius Ronald Tannur didakwa dengan empat pasal berlapis. Di antaranya Pasal pertama yang kami pasang 351 ayat 3 penganiyaan menyebabkan kematian, Pasal 338 tentang pembunuhan, 351 ayat 1, tentang penganiayaan, dan Pasal 359 kealpaan menyebabkan kematian. Anak dari eks DPR RI dari Partai PKB itu sebelumnya dituntut menjalani hukuman selama 12 tahun.

 

 

Berita Terkini