Aktivitas berlibur itu, sengaja dilakukan sebelum mereka kembali pulang ke Surabaya untuk melanjutkan kuliah di kampus.
Rombongan kelompok KKN itu, telah rampung menyelesaikan tugasnya mensimulasikan diri dalam pengabadian masyarakat di sebuah desa kawasan Kabupaten Lumajang.
Nah, seluruh anggota kelompok KKN berada di pantai tersebut. Namun cuma tujuh orang peserta KKN saja, termasuk sang adik, yang sedang menikmati keelokan pantai di pinggirannya.
Ternyata, lanjut Novita, tiga orang diantara mereka, termasuk sang adik, berinisiatif mendekati bibir pantai untuk bermain air.
Setelah ketiganya berhasil mencelupkan telapak kaki hingga tumit di bibir pantai tersebut, tak dinyana-nyana datanglah ombak yang menyapu tepian horizon pantai.
Tak pelak tubuh ketiga pemuda itu, tersapu ombak dan terseret menjauh dari bibir pantai secara berpencar.
"Tapi saat ombaknya datang. Ternyata langsung tergulung semua. Nah, di pantai itu, masih banyak palung. Jadi tiba-tiba kayak jeblos ke dalam laut," jelasnya.
Teman pertama dari sang adik, selamat, setelah berusaha berenang menuju daratan terdekat dan berhasil menemukan pijakan kaki.
Teman kedua dari sang adik, meskipun bernasib sama seperti adik yang terseret ombak jauh.
Tapi nyawanya berhasil selamat, setelah berusaha menyibak ombak hingga berhasil menemukan batu untuk menjadikan pegangan.
Nasib mujur serupa, sepertinya tidak terjadi pada sang adik. Novita mengatakan, adiknya tidak bisa berenang, saat tersapu dan terseret ombak hanya tampak sekuat tenaga berteriak meminta tolong.
Namun, siapa yang berani nekat menerjang deburan ombak yang berbahaya di pantai itu. Tubuh sang adik, menurut para saksi teman-teman KKN, kian menghilang dilumat gulungan ombak.
"Sedangkan adik saya, sudah gak bisa renang, dia cuma mengandalkan teriakan; tolong-tolong. Siapa yang berani menolong di sana. Mereka masih anak-anak semua," katanya.
"Langsung terseret arus pantai. Nah ketemunya sekitar 30 menit atau 1 jam. Lokasinya, 500 meter dari titik awal berenang awal dan hilang pertama kali," tambahnya.
Kendati demikian, namanya juga takdir, Novita juga tak kuasa menampik begitu kolotnya. Ia dan ibundanya pasrah dan legawa dengan kepergian sang adik.