Berita Terkini

PDIP Kecam Baleg DPR Usai Ubah Putusan MK, Kaesang Berpeluang Lagi Maju Pilkada 2024, Niat Jokowi?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kaesang Pangarep anak Jokowi yang menjabat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia.

TRIBUNJATIM.COM - Baleg DPR RI mengubah putusan Mahkamah Konstitusi soal ambang batas Pilkada 2024.

Hal tersebut sontak dikecam oleh PDIP.

Selain itu, Kaesang berpeluang lagi maju di Pilkada 2024 karena ulah Baleg DPR RI.

Baleg DPR RI sepakat untuk tak menggunakan putusan MK.

Mayoritas fraksi menyetujui syarat usia cagub dan cawagub mengikuti putusan MA.

Politisi PDIP, Mohammad Guntur Romli mengecam putusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan di Pilkada.

Guntur Romli menegaskan bahwa seharusnya putusan MK bersifat final dan mengikat.

Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan putusan MK yang diketok pada Selasa (20/8/2024) kemarin, partai politik (parpol) atau gabungan partai bisa mengusung calon sendiri.

Contohnya di Jakarta, parpol atau gabungan parpol yang bisa mengusung calon gubernur atau calon wakil gubernur jika minimal meraih suara sah di Pemilu minimal 7,5 persen.

Baca juga: Berikut Jumlah DPS Kota Batu di Pilkada 2024 Berdasarkan Klasifikasi Usia, Didominasi Kaum Milenial

Namun, oleh Baleg DPR, aturan tersebut diubah menjadi hanya parpol yang tidak lolos DPRD saja yang bisa mengusung calon sendiri dengan minimal meraih suara sah di Pemilu 7,5 persen.

"Ini bertentangan dengan putusan MK, karena itu sudah jelas putusannya 7,5 persen untuk parpol yang punya kursi atau yang gak punya kursi."

"Menurut hukum tertinggi di negeri ini yaitu UUD 1945 pasa 24 C, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat," ujar Guntur Romli kepada Tribunnews.com, Rabu (21/8/2024).

Guntur Romli menegaskan partainya akan mengawal terus putusan MK ini demi kedaulatan rakyat.

"PDI Perjuangan akan mengawal putusan MK sampai titik darah penghabisan karena ini terkait konstitusi dan juga kedaulatan rakyat," tegasnya.

Sebelumnya, Baleg DPR menggelar rapat kerja (Panja) bersama pemerintah dengan agenda pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Rabu (21/8/2024).

Baleg DPR menyepakati hal yang berbeda dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diketok pada Selasa (20/8/2024).

Pasalnya, Baleg DPR tak menerapkan seluruh putusan MK, tetapi mengompilasi dengan aturan yang ada sebelumnya.

Pasal 40 ayat 1 mengenai syarat batas kursi yang sebelumnya diubah dalam putusan MK dikembalikan oleh Baleg.

Sehingga partai politik yang memiliki kursi DPRD tetap harus memenuhi threshold atau ambang batas 20 persen dari jumlah kursi DPRD.

Sementara pasal 40 hasil perubahan berdasarkan putusan MK ditambahkan dengan nomenkelatur khusus untuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD.

Sebagai catatan, hal ini baru menjadi kesepakatan di tingkat Baleg DPR. Keputusan mengenai hal ini akan diputuskan di paripurna, apakah bakal disahkan atau tidak.

Baca juga: MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada, PDIP Tak Gentar, Siap Maju Tanpa Koalisi di Jakarta

Kolase foto Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. (Instagram PSI/TribunJatim.com/Fatimatuz Zahroh)

Selengkapnya berikut pasal yang disepakati oleh Baleg DPR pada 12.00 WIB tadi.

(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di provinsi tersebut;

(3) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota dengan ketentuan:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 persen (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poiltik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;

Baca juga: Nasib Kaesang Pangarep Ketua PSI Berpotensi Gagal Ikut Pilkada, Syarat Usia Cagub Minimal 30 Tahun

Kaesang Berpeluang Lagi Maju di Pilkada 2024, Baleg DPR Sepakat Tak Pakai Putusan MK

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati syarat batas usia cagub dan cawagub merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA).

Berdasarkan putusan MA, batas usia cagub dan cawagub minimal 30 tahun sejak pelantikan pasangan calon kepala daerah terpilih. 

Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Panja RUU Pilkada yang digelar Baleg DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).  

Mayoritas fraksi menyetujui syarat usia cagub dan cawagub mengikuti putusan MA.

"Setuju ya merujuk ke MA?," tanya Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi (Awiek), kepada peserta rapat Panja RUU Pilkada, yang diiring persetujuan dari peserta rapat.

Adapun, sebelum disetujui, fraksi PDIP protes karena menilai belum disepakati semua fraksi. 

 Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menghadiri rapat perdananya di Ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, pada Rabu (21/8/2024). (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)
Namun, Awiek mengatakan jika mayoritas fraksi sepakat untuk merujuk terhadap putusan MA mengenai syarat batas usia itu.

"Merujuk ke MA, mayoritas (setuju), kelihatan pada setuju (ke putusan MA)," ucap Awiek.

Sebelum disepakati, anggota Baleg F-PDIP, Putra Nababan mengajukan protes.

Dia mempertanyakan dasar persetujuannya.

"Pimpinan ini setuju atas apa pimpinan?," tanya Putra.

Awiek pun menjawab dengan menegaskan kembali bahwa ketentuan soal usia cagub yang masuk dalam RUU Pilkada adalah putusan MA.

"Pilihan MA, Mahkamah Agung, kan ada dua putusan pengadilan. Fraksi PDIP sudah kita kasih kesempatan ngomong, fraksi yang lainkan juga punya kesempatan ngomong, punya hak yang sama," ujat Awiek.

Kemudian, Putra Nababan mempertanyakan apakah persetujuan itu sudah ditanyakan kepada setiap fraksi. 

Awiek menegaskan bahwa mayoritas fraksi setuju ikut putusan MA.

Dengan keputusan ini, tentu kembali membuka peluang bagi Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep untuk ikut berkontestasi di Pilkada Serentak 2024. 

Sebab, sebelumnya peluang Kaesang tertutup untuk Pilkada 2024 karena Mahkamah Konstitusi memutuskan usia cagub-cawagub minimal 30 pada saat pendaftaran.

Baca juga: Pemilih Partainya Kaesang Malah Jagokan Anies Baswedan di Pilgub Jakarta, Ketua DPP PSI Akui Kaget

Pengamat Tengarai Ada Niat Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus ditengarai hendak menghalalkan segala cara untuk mempertajam hegemoni kekuasaan koalisi gemuk dalam pilkada dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60 dan 70. 

Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Bivitri Susanti menjelaskan pengabaian Putusan MK itu dilakukan melalui proses revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (21/8/2024) hari ini. 

“Upaya pengabaian ini dilakukan untuk mengakali Pilkada 2024 agar di sejumlah daerah, terutama Daerah Khusus Jakarta, dapat didominasi KIM Plus tanpa kandidat kompetitor yang riil,” kata Bivitri dalam keterangannya, Rabu.

Ia menegaskan, pengabaian itu juga guna memuluskan jalan putra Jokowi yang juga merupakan Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep untuk maju sebagai calon wakil gubernur Jawa Tengah. 

Upaya amputasi putusan MK ini menurut CALS merupakan pertunjukan pembangkangan konsitusi dan pamer kekuasan yang ditampilkan oleh Jokowi dan pengikutnya.

“Rezim yang otokratis ini kembali melanggengkan otokrasi legalisme untuk mengakumulasikan kekuasaan dan mengonsolidasikan kekuatan elit politik hingga ke level pemerintahan daerah,” tutur Bivitri.

"Upaya demikian mendelegitimasi Pilkada 2024 sejak awal, sebab aturan main pilkada diakali sedemikian rupa untuk meminimalisasi kompetitor dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif, memborong dukungan koalisi gemuk partai politik,
dan memunculkan kandidat boneka,” sambungnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan TribunJabar.id

Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini