Lebih lanjut, Adryanto mengatakan, BKKD akan dianggarkan lagi dan diberikan ke desa-desa pada 2025 mendatang. Tentunya, dengan skema serta tata kelola yang lebih baik.
"Mudah-mudahan bisa direalisasikan lebih baik. Hasilnya lebih baik," pungkasnya.
Terpisah, Kepala Kejari Bojonegoro, Muji Martopo menegaskan, pihaknya sangat mendukung BKKD. Namun, pihaknya ingin dana miliaran rupiah itu tersalur dan terealisasi dengan lebih baik.
"Kami tak ingin BKKD membuat para kades penerima terjerat hukum," tuturnya.
Sebab, lanjut jaksa yang akrab disapa Muji itu, selama ini penyaluran dan realisasi BKKD dilakukan secara kurang baik. Membuat sejumlah kades penerima BKKD terjerat hukum. Persisnya, korupsi.
Misalnya, korupsi pengadaan Mobil Siaga, korupsi pembangunan jalan di delapan desa se-Kecamatan Padangan, serta korupsi pembangunan jalan di Desa Punggur, Kecamatan Purwosari.
"Dan, korupsi pembangunan ODF di Desa Deling, Kecamatan Sekar," imbuhnya.
Ketua DPC Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) Bojonegoro, Samudi mengaku menerima dan maklum atas pembatalan pencairan BKKD 2024.
“Pembatalan pencairan BKKD 2024 ini sangat bagus," ujarnya.
Tengaranya, pria yang juga Kades Kepohkidul, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro itu menyebut, tahun anggaran 2024 ini tinggal sekitar tiga bulan.
Tentu, kata Samudi, akan kurang maksimal jika BKKD 2024 itu disalurkan ke desa dan digunakan desa untuk merealisasikan suatu proyek. Terutama pembangunan infrastruktur.
"Selain itu, 2024 ini tahun politik," tambahnya.
Dikhawatirkan, lanjut Samudi, BKKD 2024 ini akan menjadi suatu anasir yang berdampak pada situasi serta pilihan politis di desa-desa terkait Pilkada Bojonegoro 2024.
Diketahui, BKKD 2024 bersumber APBD 2024 senilai Rp 564 miliar tersebut rencananya digunakan untuk merealisasikan ratusan kegiatan dan program di desa.
Di antaranya, menyuntik modal 11 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pembangunan 28 pasar desa, pembangunan 39 balai desa, pengaspalan 115 jalan desa, dan betonisasi 40 jalan desa.