"Ketemu keluarga dan tangisnya benar-benar pecah. Keluarga tidak menyangka bisa ketemu karena dianggap sudah meninggal dunia."
"Tobari juga tidak menyangka, karena ketika mau pulang pasti malu. Mungkin karena merasa tidak berhasil saat merantau," tambahnya.
Ia menyebutkan Tobari sempat menikah, namun cerai pada tahun 1986.
Sementara anak semata wayangnya ikut mantan istri Tobari.
"Alhamdulillah sudah bisa bertemu kembali dengan keluarga. Setelah melakukan reunivikasi, yang memudahkan karena memang Tobari mengingatnya," urainya.
Mbah Tobari kini pulang dalam kondisi selamat, walau kedua matanya sudah tak lagi bisa melihat karena katarak.
Saat ini, Mbah Tobari tinggal bersama adiknya, Sopiyah, di Ponorogo.
Selain itu, Dinsos dan P3A Ponorogo juga akan berusaha membantu Mbah Tobari untuk mendapatkan program operasi gratis untuk kataraknya.
"Kami akan berupaya mencarikan program operasi katarak gratis agar kesehatan matanya bisa kembali pulih," pungkasnya. (Pramita Kusumaningrum)
Baca juga: Awal Kisah Cinta Mbah Agus Nikahi Gadis Muda 26 Tahun, Direstui Ayah Mertua Meski Lebih Tua 33 Tahun
Kisah serupa juga dialami Mbah Marmi (74) yang nangis terharu saat bertemu ibunya, Mbah Wiji, yang berusia 94 tahun.
Mbah Marmi sendiri dikira ibunya meninggal disapu tsunami.
Ibu dan anak ini baru bertemu lagi setelah lebih dari 30 tahun terpisah.
Mbah Wiji adalah warga Dusun Umbut Sewu, Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
Ia menangis tersedu-sedu sambil memeluk anaknya, Marmi, yang hilang selama 30 tahun.
Bahkan Mbah Wiji menganggap Marmi sekeluarga sudah meninggal dunia tersapu tsunami Aceh 2004.