TRIBUNJATIM.COM - Pengacara kondang, Hotman Paris sentil polisi untuk segera menindak kasus rudapaksa yang dialami oleh warga di Purworejo, Jawa Tengah.
Hotman Paris juga menyinggung soal nasib warga di kasus rudapaksa bawah umur tersebut.
Diketahui, seorang warga Desa Banyuurip Kecamatan Purworejo meminta ke Kapolres Purworejo agar bisa menindak hukum kasus rudapaksa di bawah umur.
Sri Puji Astuti mewakili keluarga korban (dua ponakannya) melaporkan bahwa pencabulan tersebut dilakukan oleh beberapa orang.
Baca juga: Kiai Tersangka Rudapaksa Santriwati di Trenggalek Ajukan 4 Saksi Meringankan, Termasuk 2 Santriwati
Peristiwa yang sudah terjadi sejak 2023 ini hingga kini belum ada penyelesaian yang jelas dari pemerintah desa setempat, PPA Kab Purworejo, dan Polres Purworejo.
Padahal Sri Astuti sudah melaporkannya saat peristiwa itu terjadi.
Hingga pada akhirnya Sri Puji Astuti dan keluarga korban mengunggah video permohonan agar kasus tersebut diselesaikan.
Selain itu ia juga meminta tolong kasus tersebut untuk ditindaklanjuti oleh tim hukum Hotman Paris Hutapea.
"Asalammualaikum Wb Wr, nama saya Sri Puji Astuti, warga Desa Banyuurip, Kecamatan Banyuurip, Purworejo, saya mewakili keluarga korban (dua ponakannya) yang merupakan kakak beradik.
Mereka menjadi korban pencabulan di bawah umur sejak 2023 dengan pelaku diduga beberapa orang.
Saya sudah meminta tolong pemerintah desa Banyuurip namun tidak ada penyelesaian, saya juga meminta tolong pemdes setempat, PPA Kab Purworejo, dan Polres Purworejo sampai sekarang belum ada tindakan lanjut.
Saya mohon bapak Kapolres Purworejo untuk memproses aduan saya. Saat ini saya telah menguasakan tim hukum Bapak Hotman Paris" ungkap Sri Astuti
Unggahan ini juga telah dipublikasikan di akun Instagram @hotmanparisofficial dengan durasi 1 menit 45 detik, Rabu, 16 Oktober 2024, di mana Hotman Paris turut meminta perhatian dari pihak terkait untuk kasus ini.
"Hallo Bapak Kapolda Jawa Tengah, Kabid Propam Polda Jawa Tengah dan Kapolres Purworejo, bagaimana nasib wargamu ini?" tulis caption unggahan Hotman Paris.
Dengan harapan untuk mendorong keadilan bagi para korban, Sri Puji Astuti dan tim hukum berharap agar semua pihak berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini dengan serius dan transparan.
Sementara itu, kasus rudapaksa lainnya juga pernah terjadi di Sulawesi Tenggara.
Seorang pemuda berinisial SI (18) ditangkap polisi setelah merudapaksa siswi SMP.
Bahkan, tersangka sampai mengancam korban jika tak mau menuruti keinginan pelaku.
Kasus tersebut kini sedang ditangani oleh Polres Muna.
Peristiwa itu diketahui terjadi di Kabupaten Barat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Baca juga: Tampang Kiai Tersangka Kasus Rudapaksa Santriwati Pakai Baju Tahanan, Dipindah ke Rutan Trenggalek
Kapolres Muna, AKBP Indra Sandi Purnama Sakti didampingi Kabag Ops Polres Muna AKP Welliwanto Malau menyebut pencabulan dan persetubuhan terhadap korban anak berinisial AR (14) dilakukan SI sebanyak dua kali, sepanjang bulan Juli 2024.
Kedua kejadian dilakukan pelaku di rumahnya.
"Sebanyak dua kali kejadian," ujar AKBP Indra Sandi Purnama Sakti saat konferensi pers, Senin (7/10/2024).
Korban masih duduk di bangku SMP.
Awalnya pelaku menghubungi korban pada Juli 2024 lalu melalui pesan singkat WhatsApp untuk meminta korban datang ke rumahnya.
AR yang masih duduk di bangku SMP tak menaruh curiga apapun berjalan kaki datang ke rumah pelaku.
Setelah AR masuk ke dalam rumah, pelaku langsung memeluk dan melakukan perbuatan tidak senonoh dan mengajak korban anak melakukan hubungan layaknya suami-istri.
Setelah terpuaskan nafsu birahinya, pelaku melakukan foto-foto dengan korban yang tanpa berbusana.
Berselang lima hari, pelaku Kembali menghubungi melalui pesan singkat WhatsApp untuk meminta korban datang ke rumahnya.
Korban sempat menolak ajakan pelaku saat itu.
Namun saat itu tersangka mengancam jika tidak datang ke rumahnya, maka foto-foto bugil korban anak akan disebar.
Setibanya di rumah IS, korban anak Kembali mengalami pencabulan dan persetubuhan.
Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Ancaman penjaranya 15 tahun," ujar Kapolres Muna.
Sementara itu, kasus rudapaksa lainnya juga pernah terjadi di Tangerang Selatan, Banten.
Oknum guru ngaji di Tangerang Selatan, Banten ditangkap polisi.
Hal itu karena guru ngaji tersebut menjadi tersangka rudapaksa delapan muridnya.
Guru ngaji bernama Mahendra (40) itu melakukan aksinya menggunakan minuman yang membuat muridnya pingsan.
Bahkan pelaku juga mengancam korbannya.
Baca juga: Kiai di Trenggalek Langsung Dilarikan ke Rumah Sakit usai Ditetapkan Tersangka Kasus Rudapaksa
"Dari delapan, yang positif tujuh, yang satunya hanya diraba dan kabur. Yang positif itu sudah divisum, tapi hasilnya nunggu lima hari," kata Ketua RW 04 Maruga, Rachman, Selasa (1/10/2024).
Mahendra pertama kali terungkap setelah tiga murid mengadu kepada ketua RT setempat, Dedeh, yang kemudian meneruskan laporan tersebut kepada Rachman.
Para korban diminta untuk menceritakan kejadian yang dialami.
"Ibu RT lapor ke saya, terus saya kumpulin semua. Setelah dikumpulin, barulah mereka ngaku kalau mendapatkan tindakan asusila," ujar Rachman.
Korban mengaku tindakan pelecehan tersebut terjadi setelah Mahendra memberi mereka air minum dan asap yang membuat mereka pingsan.
Saat sadar, mereka mendapati diri mereka dalam keadaan tak berpakaian.
"Saya tanya kenapa, dan mereka jawab katanya dikasih air minum, terus pingsan. Pas sadar, sudah telanjang," jelas Rachman.
Mahendra diduga membujuk korban dengan mengeklaim bahwa air dan asap yang diberikan dapat membuat mereka lebih pintar.
Dia juga mengancam para korban agar tidak melaporkan tindakannya dengan ancaman kematian atau menjadi gila.
"Kalau ngaku ke orang tuanya, korban diancam mati, kalau enggak mati ya bisa gila," tambah Rachman.
Perbuatan ini sudah dilakukan selama satu tahun, tetapi baru terungkap karena Mahendra dikenal sebagai sosok pendiam dan religius di lingkungan tempat tinggalnya.
Dia juga sering menawarkan jasa mengajar mengaji secara privat dan terlibat dalam kegiatan keagamaan lainnya.
Mahendra telah ditangkap oleh pihak kepolisian setelah para korban membuat laporan ke Polres Tangerang Selatan.
"Setelah cerita, korban langsung kami bawa ke polres dan dimintai keterangan cukup lama sampai jam tiga pagi," ungkap Rachman.
Kapolsek Ciputat Timur, Kompol Kemas Arifin, membenarkan laporan tersebut dan menyatakan bahwa kasus pencabulan ini telah diteruskan ke Polres Tangerang Selatan.
Terduga pelaku kini ditangani oleh unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polres Tangsel.
"Pihak korban sudah membuat laporan pada Minggu (29/9/2024), dan kasus ditangani oleh unit PPA," ujar Kasatreskrim Polres Tangsel, AKP Alvino Cahyadi.
Sementara itu, kasus serupa juga pernah terjadi di Trenggalek, Jawa Timur.
Polres Trenggalek telah menetapkan kiai di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek berinisial S sebagai tersangka kasus kekerasan seksual santriwati di bawah umur, Selasa (1/10/2024).
Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin, menuturkan terduga pelaku telah dilakukan pemeriksaan mulai pukul 10.00 WIB yang dilanjutkan dengan gelar perkara.
Dari gelar perkara tersebut diputuskan bahwa S menjadi tersangka persetubuhan terhadap santriwatinya sendiri hingga hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang saat ini sudah berumur lebih kurang 2 bulan.
"Perkembangan saat ini terlapor atas nama S berdasarkan hasil gelar perkara saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka," katanya, Selasa (1/10/2024).
Baca juga: Nasib Santri Kiai dan Gus Pelaku Pencabulan, Kemenag Trenggalek Pertimbangkan Penutupan Ponpes
Abidin memastikan tim penyidik Satreskrim Polres Trenggalek telah menemukan lebih dari dua alat bukti yang sah termasuk keterangan dari sejumlah saksi.
"Jumlah saksi yang telah kita mintai keterangan sekitar 6 orang, saksi sudah terbuka dan kami jadikan petunjuk," lanjutnya.
Abidin belum bisa memastikan apakah S akan ditahan atau tidak karena hingga berita ini ditulis pemeriksaan terhadap tersangka masih berlangsung untuk melakukan pendalaman penyidikan.
"Untuk penahan kita harus pertimbangkan unsur obyektif bahwa yang bersangkutan dipersangkakan dengan pasal yang ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun. Sedangkan unsur subyektif adalah apakah tersangka ini kooperatif atau tidak selama penyidikan," jelas mantan Kanit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan seksual terhadap santriwati di Kecamatan Kampak menarik perhatian masyarakat.
Baca juga: Kiai yang Cabuli Santriwati di Trenggalek Divonis 9 Tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa
Terlebih lagi saat masa menggeruduk pondok pesantren dan Balai Desa Sugihan, Kecamatan Kampak meminta pertanggungjawaban kepada pimpinan pondok atas hamilnya santriwati hingga melahirkan seorang bayi laki-laki.
Unjuk rasa tersebut dilakukan pada Minggu (22/9/2024) pagi di pondok pesantren dan dilanjutkan pada malam harinya di balai desa setempat.
Sayangnya permintaan masa untuk dipertemukan dengan sang kiai gagal dan pulang dengan tangan hampa.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com