"Kemarin dari perbankan juga banyak," tuturnya.
Sigit menegaskan bahwa kalurahan tidak ingin menghalangi usaha para sales, namun tetap memiliki kebijakan terkait hal tersebut.
Para sales tidak diperbolehkan masuk ke dalam aula tempat pembayaran ganti rugi.
Sehingga hanya petugas terkait dan warga terdampak yang berada di dalam aula.
Sales diperbolehkan membagikan brosur produk setelah warga keluar dari aula.
Namun tidak diizinkan mendirikan stand atau memajang produk di area kalurahan.
"Kami punya kebijakan, kalau mau menawarkan produk silakan, tetapi dengan catatan, kemarin ada yang mau bikin stand atau memajang produknya kami tidak izinkan," tegasnya.
Sigit juga menambahkan bahwa jika ada sales yang ingin menawarkan produk dengan mendatangi rumah warga, mereka harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari dukuh setempat.
"Kalau mau muter ke padukuhan, wajib kulonuwun dengan Pak Dukuh. Yang penting tidak memaksa, dan yang penting warga saya aman," beber Sigit.
Di sisi lain, Sigit mengingatkan warga terdampak pembangunan tol yang menerima uang ganti rugi untuk memanfaatkan dana tersebut dengan bijak.
Ia mendorong agar uang tersebut digunakan untuk membeli tanah kembali.
"Kami menyampaikan itu yang diterima bukan uang cuma-cuma, itu ada aset yang dilepas dan itu diganti pemerintah dengan harga yang untung."
"Makanya gunakan dengan bijak, kalau bisa aset yang hilang dikembalikan ke aset atau didepositokan," pungkas Sigit.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Hary Listantyo Prabowo, menjelaskan bahwa pembayaran ganti rugi untuk pengadaan lahan tol di Kalurahan Sumberrahayu lebih dulu difokuskan pada tanah sawah.
Di Sumberrahayu terdapat 56 bidang tanah sawah.
Nominal ganti rugi tertinggi yang diterima warga terdampak mencapai Rp1,1 miliar dengan luasan bidang 714 meter persegi.
"Sumberrahayu tertinggi Rp1,1 miliar. Yang terendah Rp3,1 juta, bidang luasannya dua meter persegi," ucap Hary.