TRIBUNJATIM.COM - Dekan FISIP Unair, Prof Dr Drs Bagong Suyanto MSi memberikan klarifikasi usai masalah BEM FISIP Unair dibekukan viral.
Pembekuan BEM FISIP Unair dilakukan dekanat karena polemik karangan bunga yang ditujukan untuk Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Karangan bunga itu berisi ucapan selamat untuk pelantikan Prabowo dan Gibran menjadi presiden dan wakil presiden 2024-2029, pada 20 Oktober 2024 .
Namun dalam isi karangan bunga itu, terdapat kritik satire.
Setelah masalah ini viral, pembekuan BEM FISIP Unair akhirnya resmi dicabut, Senin (28/10/2024).
Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) dan BEM FISIP Unair melakukan pertemuan dan menghasilkan kesepakatan untuk tidak menggunakan diksi kasar dalam kritik politik.
Dekan FISIP Unair, Prof Dr Drs Bagong Suyanto MSi mengungkapkan sebetulnya yang dibekukan adalah Kepengurusan BEM FISIP Unair, bukan lembaganya.
Tiga orang yang secara fungsionalis bekukan sesuai dengan hasil pemeriksaan Komisi Etik, yaitu Presiden BEM FISIP Unair, Wakil ketua BEM FISIP, dan Menteri Kajian Politik dan Kajian Srategis.
"Tiga orang itu yang bukan dibekukan, diminta untuk tiarap dulu. Untuk tidak dulu mewakili bersuara, mewakili BEM sebagai sebuah lembaga.Tapi tadi Mbak Tufa juga sudah menjelaskan apa yang menjadi kesepakatan dan anggota BEM yang lain juga mengamini, itu sudah didiskusikan,"ujarnya usai melakukan pertemuan terbatas dengan pengurus BEM di kampus setempat, Senin (28/10/2024).
Baca juga: Alasan Pembekuan BEM FISIP Unair Dicabut, Ternyata Ada Campur Tangan Mendiktisaintek? Telepon Rektor
Berdasarkan pertemuan tersebut, pihaknya dan BEM sudah sepakat tidak mengembangkan kultur yang terbiasa menggunakan diksi yang kasar di dalam kehidupan politik.
"Sepenuhnya karena diksi ya, jadi pihak Dekanat itu, kami ini kan sering menulis ya. Menulis yang mengkritik ketika ada penulis politisi yang menggunakan diksi yang kasar, yang menurut saya tidak mendidik bangsa Indonesia. Nah ketika anak kami melakukan hal yang sama, tentu menjadi tugas moral kami untuk mengingatkan supaya tidak ikut-ikutan larut dalam kegiatan politik yang menggunakan diksi-diksi yang tidak sopan, yang kasar," tegas dosen Departemen Sosiologi FISIP Unair ini.
Ia pun paham jika BEM memiliki hak untuk menyuarakan apa yang menjadi aspirasi mereka. Namun, pihaknya memastikan kepada BEM untuk tidak lupa marwah akademiknya.
"Saya kira Mbak Tufa dan kawan-kawan sudah dewasa ya, kami memberi kebebasan pada mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi sosial politiknya. Tentu harus bertanggung jawab, apa yang disampaikan tentu harus berdasar, apa yang disampaikan tentu bisa menjadi sesuatu yang bisa dipertanggung jawabkan dan itu sudah disepakati oleh Mbak Tufa dan teman-teman," lanjutnya.
Bagong menekankan bahwa peristiwa pembekuan ini dilakukan saat akhir pekan, sehingga dialog lanjutan baru bisa dilakukan saat awal pekan depannya.
"Seumpama tidak kemarin hari libur, mungkin tidak perlu ada surat ya, sudah bisa segera ketemu. Saya tidak mau dalam posisi sebagai pihak yang seolah-olah membiarkan pelanggaran etika akademik terjadi. Karena penggunaan hate speech itu, itu sesuatu yang tidak benar secara politik," tegasnya.
Baca juga: Isi Karangan Bunga BEM FISIP Unair Viral, Kini Tegaskan akan Tetap Kritis Seusai Pembekuan Dicabut