Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejumlah kepala daerah petahana kabupaten/kota di Jawa Timur banyak tumbang pada Pilkada Serentak 2024 ini.
Dalam kacamata politik, fakta tersebut dinilai menunjukkan bahwa dalam kontestasi Pilkada selalu menyuguhkan kejutan.
Gambaran mengenai pemenang di kabupaten/kota sudah nampak di laman info publik Pilkada milik KPU, mengingat banyak daerah di Jawa Timur sudah menuntaskan proses rekapitulasi suara.
Dari data tersebut diketahui sejumlah petahana kalah suara pada Pilkada serentak 2024 ini.
Di antaranya, Ahmad Dawami Ragil Saputro atau Kaji Mbing sebagai Cabup Madiun petahana yang kalah dari Hari Wuryanto. Selain itu juga ada nama Mundjidah Wahab di Kabupaten Jombang yang kalah pada Pilkada kali ini. Perolehan suaranya kalah dari Warsubi.
Baca juga: Rekapitulasi Pilkada 2024 Tuntas, Aminuddin-Ina Buchori Sah Pimpin Kota Probolinggo
Selain Kabupaten Madiun dan Jombang, fenomena calon petahana kalah juga terjadi di Kota Probolinggo dan Lumajang. Di Kota Probolinggo, Pilkada kali ini dimenangkan oleh Aminuddin-Ina Dwi Lestari dan mengalahkan tiga paslon lain termasuk Hadi Zainal Abidin yang merupakan petahana. Adapun di Kabupaten Lumajang, Thoriqul Haq atau Cak Thoriq sebagai calon bupati petahana kalah dari Indah Amperawati.
"Dinamika Pilkada kali ini cukup mengagetkan. Banyak petahana tumbang. Tentu saja faktor yang berpengaruh juga kompleks dan tidak tunggal. Banyak tumbang karena mendapat persaingan lawan yang kompetitif khususnya pasangan yang diusung oleh partai koalisi pemerintah KIM Plus," kata pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam saat dimintai pandangan, Kamis (5/12/2024).
Dalam matematika politik, Surokim menjelaskan faktor yang turut berpengaruh pada petahana tentu saja adalah tingkat kepuasan. Sebagai peneliti senior di Surabaya Survey Center (SSC), Surokim menyebut bahwa saat tingkat kepuasan publik di bawah 70 persen tentu peluang petahana akan menipis karena tidak bisa menawarkan pembuktian dan hal baru yang bisa diandalkan untuk mengatrol elektabilitas.
"Di samping itu di beberapa daerah kita bisa melihat petahana kelewat over pede hingga tidak waspada dan melupakan kekuatan para penantang. Dimana mana memang mempertahankan elektabilitas jauh lebih sulit daripada merebut elektabilitas dan petahana terlena oleh dukungan semu politik yang seolah-olah akan bertahan memiilih dia," ujar Surokim yang juga Wakil Rektor III di UTM tersebut.
Baca juga: Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 di Ponorogo Capai 75 Persen, KPU Singgung Singkatnya Sosialisasi
Faktor lain yang dibaca Surokim adalah motif pemilih untuk menghukum petahana juga kuat dalam pilkada kali ini bisa jadi membuat langkah petahana di pemilih swing voters dan undecided voters tidak lagi kuat sehingga tidak mendapat limpahan suara liar.
"Tentu saja faktornya kompleks dan tidak sesederhana itu. Banyak lawan yang punya surplus elektabilitas yang tidak bisa diantisipasi dan diketahui dengan baik oleh petahana," terang Surokim.