Wawancara Eksklusif

Dosen FEB Unair Thanthowy Syamsuddin : Surat HGB Di Pesisir Sidoarjo dan Surabaya Harus Dibatalkan

Penulis: Sulvi Sofiana
Editor: Samsul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Untuk membahas lebih lanjut terkait temuan HGB di atas laut wilayah Sidoarjo, Harian Surya melakukan wawancara eksklusif dengan Mochammad Thanthowy Syamsuddin

Prosesnya dari pusat menghasilkan izin, reklamasi diperbolehkan, lalu diisi bangunan, sehingga muncul aktivitas ekonomi, permukiman, dan sebagainya. 

Tetapi, apakah dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari reklamasi ini sudah dihitung dengan benar? Apakah AMDAL-nya tepat? Apakah melibatkan pemangku kepentingan daerah? Bagaimana dengan masyarakat pesisir dan mereka yang bergantung pada perikanan laut?

Saya memberikan konteks yang sangat spesifik untuk Surabaya dan Sidoarjo. Saya juga melakukan riset lebih lanjut. Pemicunya, BPN Jatim menyampaikan bahwa HGB ini diterbitkan tahun 1996. Jika ditelusuri, wilayah itu mungkin daratan yang timbul dan tenggelam.

Dari Google Earth, terlihat bahwa dari tahun 1984–2022, wilayah tersebut memang berupa laut yang berubah fungsi menjadi tambak. Terlihat juga adanya abrasi, di mana laut semakin menjorok ke darat.

6. Jadi, poinnya adalah terlepas dari peruntukan HGB di Sidoarjo, apakah PSN ini perlu dikaji ulang?

Betul. Dalam RTRW Jatim, ada zonasi yang memetakan arus migrasi ikan. Kalau bentang laut berubah, muara sungai akan tertutup oleh daratan, sehingga buangan air ke laut menjadi sulit.

7. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sudah menyampaikan bahwa RTRW menolak PSN, lebih cocok ditanami mangrove. Tetapi, RTRW kabupaten/kota harus mengikuti pusat. Sebagai akademisi, apa yang menyebabkan pusat terlihat sewenang-wenang?

Ini adalah dampak dari Omnibus Law. Secara prosedural dan substansi, banyak pihak mengkritiknya. Proses revisinya sangat cepat, padahal banyak UU yang diharmonisasi.

Kesalahan ini ada pada DPR dan pemerintah sebelumnya. Prosedural salah, substansi juga salah, tetapi sudah menjadi undang-undang.

Akibatnya, para pejabat di bawah harus mengikuti keputusan pusat, meskipun atasan mereka tidak aspiratif. Tiba-tiba, daerah diberikan proyek tanpa melibatkan masyarakat setempat.

8. Dampak buruk apa saja yang harus diantisipasi terkait sertifikat HGB ini?

Saya melihat ini sebagai fenomena gunung es. Dari era Orde Baru hingga sekarang, banyak hal yang sebelumnya tidak transparan kini mulai terungkap melalui digitalisasi.

Maka, kita bisa mengecek sendiri dan meminimalisir dampak HGB siluman,tiba tiba ada atau yang tidak jelas peruntukannya.

Perlu kerja bersama semua pihak untuk meminimalisir dampak HGB yang muncul tiba-tiba atau yang peruntukannya tidak jelas. 

Saya mendorong akademisi di seluruh Indonesia untuk membantu masyarakat dengan riset, verifikasi data, dan menyebarkan informasi secara bertanggung jawab.

Halaman
1234

Berita Terkini