Wawancara Eksklusif

Jenderal Polisi Bintang 1 BNPT-RI Kupas Tuntas Akar Kekerasan Kelompok Teroris di Indonesia

Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Ndaru Wijayanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT-RI, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid saat memberi penyuluhan bahaya radikalisme di sebuah forum nasional

Reporter: Luhur Pambudi I Editor: Ndaru Wijayanto

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang mengancam kemanusiaan di muka bumi. Dalam beberapa kasuistik kejahatan terorisme yang diusut oleh aparat, kejahatan jenis ini dilakukan secara berkelompok.

Mereka tersebar di berbagai daerah, dengan metode komunikasi secara berjejaring. Terkadang kelompok yang telah masuk dalam pengejaran aparat memanfaatkan simbolisasi yang merujuk pada suatu agama tertentu.

Itulah mengapa, Direktur Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT-RI), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid menyebut, kelompok teroris tak ubahnya jenis lain kelompok gerakan politik.

Artinya, memiliki orientasi dalam menghimpun banyak orang demi suatu bentuk kepentingan politis tertentu; menggulingkan dominasi suatu status quo, dengan mengatasnamakan agama.

Demi mencapai kepentingan yang bersifat politis tersebut. Kelompok teroris tak segan memanipulasi produk hukum sebuah ajaran agama tertentu, demi melegitimasi gerakan atau aksinya.

Sehingga acap kali didapati adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok teroris dengan kedok agama. Yang tentunya berdampak pada rusaknya kedamaian dan keharmonisan hubungan antar agama di suatu wilayah tertentu.

Sebenarnya, bagaimana akar kekerasan itu bisa bercokol dan tumbuh dari cara beragama orang yang tergabung dalam kelompok tersebut. Hingga menginspirasinya dalam melakukan aksi terorisme.

TribunJatim.com berkesempatan mewawancarai Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid Direktur Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT-RI, secara virtual melalui aplikasi Zoom, Minggu (14/3/2021). Berikut petikan wawancaranya;

#Bagaimana radikalisme terbentuk?

Kita samakan persepsi dulu. Bahwa semua teroris itu pasti berpaham radikal. Tapi tidak semua paham radikal, otomatis menjadi teroris. Tetapi paham radikal atau radikalisme inilah yang menjiwai atau memotivasi aksi terorisme. 

Eksklusifitas, intoleransi, biasanya oleh para pengamat, oleh para surveyor itu sebagai levelling. Urutannya eksklusif, intoleran, radikal, terus teroris.

Tetapi sejatinya intoleransi itu adalah watak dasar radikalisme ataupun terorisme. Adapun eksklusifitas itu menjadi watak dasar juga. Tetapi hanya-hanya biasanya eksklusif, tapi tidak selalu eksklusif. Jadi misalnya kayak tadi dia menyamar atau taqiyah menyembunyikan diri dengan modus mengikuti mengikuti kegiatan geng atau motor.

Itu bisa jadi juga seperti yang kita peristiwa bom Surabaya yang satu keluarga. Itu kan juga bukan eksklusif. Dia inklusif dia juga faktor ekonomi tidak selalu memicu radikalisme, tidak selalu. Karena mereka juga orang kaya juga kan, bukan orang miskin gitu. Jadi menurut saya sih itu memang Taqiyah, mereka sekali lagi pandai Kamuflase dengan modus ikut dalam kelompok motor, ikut dalam organisasi dakwah.

Termasuk misalnya kayak, Front Pembela Islam (FPI). FPI itu kan sebenarnya kayak pam swakarsa kan dulunya. Tetapi kan kepengurusannya ada infiltrasi dari ideologi ideologi ini sehingga kan sekarang berkembang seperti itu dan dilarang oleh negara atau pemerintah oleh undang-undang. 

Halaman
1234

Berita Terkini