Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Isya Anshori
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Di sudut tersembunyi "Kota" Pare, Kabupaten Kediri, ada seorang nenek berusia 66 tahun yang hidup dengan penuh keteguhan hati.
Namanya Mujiem, atau yang akrab disapa Mbah Yem.
Mbah Yem tinggal seorang diri di sebuah rumah mungilnya berukuran lima kali tiga meter, tepatnya di belakang area Pemandian Corah Pare di Jalan Pare-Kandangan, Tarunsakti.
Rumahnya sederhana, tanpa desain rumit hanya berbentuk persegi panjang yang terbagi menjadi dua ruangan satu untuk tidur dan satu lagi untuk dapur.
Dinding rumahnya terbuat dari triplek yang sudah mulai rapuh.
Baca juga: Setelah Antre Beli Gas Elpiji 3 Kg, Mbah Yonih Duduk Lemas Lalu Meninggal, Impian Umrah Gagal Total
Beberapa bagian bahkan harus disangga dengan bambu agar tidak roboh.
Rumah itu berdiri di antara pepohonan besar dan rimbun, sehingga suasana sepi yang bagi sebagian orang mungkin terasa menyeramkan.
Namun, bagi Mbah Yem, itu adalah tempat tinggal yang nyaman. Ia tidak takut hidup sendiri dan menolak bergantung pada orang lain.
Baca juga: 30 Tahun Ditempati, Rumah Mbah Asmawati Diratakan oleh Pengadilan Meski SHM: Saya Beli dari Nol
Untuk mencapai rumahnya, bukan perkara mudah. Tim Tribun Jatim Network harus dipandu oleh Koordinator Gusdurian Mojokutho Pare, Anugerah Yunianto yang akrab disapa Antok menyusuri jalanan setapak yang harus dilewati cukup sulit, bahkan Google Maps pun tidak bisa diandalkan.
Antok sendiri telah lama mengenal Mbah Yem. Ia dan juga komunitasnya juga beberapa kali memberikan bantuan dari oara donatur untuk diberikan ke Mbah Yem.
Dari jalan raya, kendaraan harus diparkir di tepi Jalan Semeru atau dekat Mapolsek Pare, lalu perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki ke arah timur melewati jalan setapak persawahan dan aliran sungai kecil belakang Sumber Corah Pare kurang lebih sekitar 10 menit.
Baca juga: Ingat Sosok Mbah Mijan? Dulu Terkenal Ramal Nasib Artis, Kini Alih Profesi: Atas Ijin Allah
Mbah Yem sebenarnya memiliki seorang anak laki-laki bernama Edi, yang kini sudah berkeluarga. Namun, ia memilih untuk tidak tinggal bersama anaknya karena merasa tidak nyaman tinggal dengan besannya.
Meskipun demikian, Edi tetap berbakti. Setiap sore, ia datang ke rumah ibunya untuk memastikan keadaannya baik-baik saja.
Sehari-hari, Mbah Yem menjalani hidup dengan penuh semangat. Ia tidak pernah mengeluh atau merasa sengsara. Senyumnya selalu menghiasi wajahnya saat ada yang berkunjung. Meskipun pendengarannya mulai berkurang, ia tetap berusaha ramah dan selalu meminta maaf jika sulit menangkap percakapan.
Baca juga: 70 Tahun Cari Supiah Istrinya, Mbah Amad Mantan Tentara Nangis di Makam, Keluarga: Hanya Bisa Pasrah