"Ini kami sudah dua kali unjuk rasa tapi tidak ada solusi apapun," ungkapnya.
Aksi pertama yang dilakukan para petani ini adalah di tanggal 31 Desember 2024 lalu. Pihaknya juga sudah bersurat dengan pengembang dan ditembuskan ke Kepala Desa dan BPD.
Minta para petani ini sederhana, jika jalan ingin digunakan untuk pengembangan, pihaknya meminta pengembang dan pihak desa berkomunikasi dengan para petani pemilik tanah Gogol.
Baca juga: JATIM TERPOPULER: Penipuan Lowongan Kerja di Surabaya - Fakta Baru Kasus Jasad Tanpa Kepala Jombang
"Kalau nantinya dikasih kompensasi yah silahkan, nilainya berapa. Harus wajar, dimana kami bisa menerima dan pengembang juga menerima," bebernya.
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Kepala Desa Tunggorono, Didik Dwi Mulyawan. Ia tiba setelah mengetahui warganya melakukan unjuk rasa tersebut.
Menariknya, Didik menyebut jika yng dinamakan jalan, tidak boleh ada bahasa milik Gogol atau sebagainya. Jika dilihat dari cerita lalu, semua tanah memang seperti itu. Ia pun mengaku jika pihak pengembang sudah punya itikad baik.
"Jadi saya menjembatani, mengupayakan kompensasi. Karena dari awal, mereka ini mengatasnamakan warga dan mau diberikan kompensasi sebesar Rp 150 juta untuk disampaikan warga per wuwung. Rata tidak ada beda-beda," katanya.
Dalam sudut pandang Didik, ia merasa masalah muncul ketika para petani pemilik tanah Gogol tidak menerima, dan tidak ingin disamakan dengan warga.
"Para Gogol ini tidak terima, intinya kalau Gogol tidak mau disamakan sama warga, mereka tidak terima itu," imbuhnya.
Demi masalah tersebut cepat terselesaikan, Didik kemudian menghubungi pengembang, yakni PT Sinar Surya Permata dengan pemilik bernama Abah Sukiat.
Setelah Didik menghubungi pihak pengembang, pihaknya akan mengajak para petani pemilik tanah Gogol yang berjumlah 29 orang ini datang ke balai desa untuk mediasi.
"Kami temui warga, saya menghubungi pengembang dipertemukan dengan pengembang. Ada sebanyak 29 orang Gogol di kantor Desa Tunggorono," pungkasnya.