Padahal, harga biosolar subsidi dan non-subsidi jauh berbeda.
“Kalau yang subsidi itu hanya Rp 6.800. Yang non-subsidi itu bisa, pada hari itu kita cek, Rp 19.300. Jadi, per liter itu selisihnya adalah Rp 12.550,” kata Nunung.
Berdasarkan pengakuan dari terduga pelaku, dalam sebulan, mereka bisa menimbun dan menjual kembali biosolar subsidi ini hingga 350.000 liter.
Baca juga: Nomor Telepon Dirut Pertamina Disebar, Tanggapi Kasus BBM Oplosan dan Isu Transparansi
Artinya, keuntungan per bulan mereka mencapai Rp 4.392.500.000.
Sejauh ini, para terduga pelaku mengaku sudah mengoperasikan gudang ilegal mereka selama dua tahun.
Total kerugian negara sementara diperkirakan mencapai Rp 105.420.000.000.
Saat ini, polisi belum menahan atau menetapkan satu pun tersangka dalam kasus ini.
Namun, ada empat orang yang diduga terlibat dalam kasus penyelewengan ini, yaitu BK selaku pemilik gudang penimbunan ilegal, A selaku pemilik SPBU Nelayan di Poleang Tenggara, T selaku pemilik mobil tangki, dan satu orang pegawai PT Pertamina Patra yang diduga membantu proses penembusan BBM subsidi ini.
Sejauh ini, polisi telah menyita 10.950 kubik liter BBM subsidi.
Para pelaku diancam dengan Pasal 40 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja, serta perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 60 miliar.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com