Dia meyakini, ketika dokter sudah selesai menjalankan sumpah, akan memilih jalan yang terbaik kepada pasiennya.
Hanya saja, kasus pelecehan seksual yang marak terjadi ini dilakukan oleh dokter yang telah melanggar SOP medis dan etika dokter.
"Sebenarnya SOP di rumah sakit sudah ada," ujarnya.
"Hanya kadang-kadang mungkin dalam implementasinya perlu kita selalu monitor, sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar etika dan profesionalisme," tambahnya.
"Saya berharap kejadian ini tidak terjadi lagi dan mari kita sama-sama bersikap yang profesional," ungkapnya.
Sebagai akademisi yang bergerak di bidang institusi pendidikan kedokteran, pihaknya telah melakukan berbagai upaya preventif untuk menanamkan etika dan profesionalisme kepada para calon dokter yang menjalankan perkuliahan di UB.
"Tentunya kami dari sisi pendidikan sangat menyayangkan hal ini," ujarnya.
"Sebenarnya kami sudah melakukan upaya-upaya preventif dan juga upaya-upaya melakukan pendidikan pada seorang calon dokter," katanya.
Sebagai contoh, saat proses seleksi calon peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), pihak institusi telah menerapkan sejumlah tes.
Salah satunya ialah Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) yang merupakan sebuah tes psikologi yang digunakan untuk menilai kepribadian dan potensi gangguan kejiwaan.
Selama masa pendidikan, mahasiswa juga terus dibekali nilai-nilai etik dan profesionalisme, termasuk melalui simulasi, standar operasional prosedur dan evaluasi berkala.
"Melalui MMPI, kami berupaya menyaring calon-calon yang berpotensi memiliki gangguan kepribadian agar tidak masuk ke dalam sistem pendidikan dokter spesialis," ujarnya.
"Setelah lulus, dokter juga diwajibkan mengikuti penyegaran etika secara berkala, termasuk dalam setiap pertemuan ilmiah profesi," tandasnya.