TRIBUNJATIM.COM - Peristiwa pembakaran mobil polisi di Jalan Kampung Baru, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (18/4/2025) dini hari, tengah disorot publik.
Sebagai informasi dalam kasus ini, Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap lima pelaku.
Empat merupakan pengurus ormas berinisial RS, GR alias AR, LA, dan LS, sedangkan satu warga berinisial ASR.
Baca juga: Pengakuan Eks Karyawan Jan Hwa Diana, Gaji di Bawah UMK Masih Dipotong Rp1 Juta, Ijazahnya Ditahan
Kini Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mendatangi langsung lokasi kejadian.
Ia lalu berbincang dengan warga terkait peristiwa pembakaran tersebut.
Di tengah perbincangan, Dedi Mulyadi mendadak didatangi oleh seorang wanita.
"Kemarin ada apa?" tanya Dedi Mulyadi kepada wanita tersebut.
"Saya enggak tahu Pak, saya enggak ada di situ Pak," ucap wanita berkaos hijau tersebut.
Dengan mata yang berkaca-kaca, wanita tersebut lalu mengaku suaminya ditangkap bersama empat pelaku pembakaran mobil polisi lainnya.
"Ada keluarga yang ditangkap enggak?" tanya Dedi Mulyadi.
"Ada Pak, suami saya," ucap wanita tersebut.
Wanita tersebut lalu menangis, mengaku memiliki dua orang anak yang masih kecil.
Setelah sang suami ditangkap, wanita tersebut mengaku tak ada lagi yang mencari nafkah untuk memberi makan anak-anaknya.
Ia kini kebingungan karena kehilangan sumber penghidupan.
"Anak saya dua pak. Masih kecil-kecil, suamiku tukang parkir Pak," katanya.
"Sekarang yang ngasih makan siapa?" tanya Dedi Mulyadi.
"Enggak ada Pak," ucap wanita tersebut.
Istri pelaku pembakaran mobil tersebut lalu menyebut, suaminya hanya ikut-ikutan.
"Kenapa nakal suaminya?" tanya Dedi Mulyadi.
"Bukan nakal Pak, dia ikut-ikutan doang," ucap istri pelaku.
Air mata istri pelaku kembali tumpah mengingat nasib kedua anaknya.
"Nama suaminya siapa?" tanya Dedi Mulyadi.
"Gomar Rumahorbo Pak, sedih kali Pak, siapa yang kasih makan anak-anakku," kata istri pelaku.
Dedi Mulyadi menegaskan, dirinya tak bisa membantu soal permasalahan hukum yang menjerat pelaku pembakaran mobil.
Namun ia mengaku bersedia membantu anak-anak pelaku pembakaran mobil atas nama kemanusiaan.
Mendengar janji Dedi Mulyadi, warga yang ada di lokasi kejadian langsung heboh bertepuk tangan.
"Kalau soal hukum, soal penahan itu urusan polisi, tapi kalau soal urusan makan anak-anak, itu urusan kemanusiaan."
"Nanti saya bantu untuk makan anak-anak," ucap Dedi Mulyadi.
"Terima kasih Pak," kata istri pelaku seraya mencium tangan Dedi Mulyadi.
"Anak tidak bersalah, tidak boleh dia kelaparan karena kesalahan bapaknya," imbuh Dedi Mulyadi.
Baca juga: 47 Hari Hilang, Alvaro Bocah Usia 6 Belum Juga Ditemukan, Marbot sempat Lihat Pria Asing di Masjid
Adapun insiden pembakaran mobil polisi menjadi pintu masuk terbukanya sejumlah persoalan lama yang selama ini luput dari perhatian publik.
Peristiwa ini bukan hanya menyorot aksi brutal massa terhadap aparat.
Tetapi juga menyingkap sisi kelam dari sebuah kawasan padat yang nyaris tak tersentuh sistem administrasi pemerintahan.
Sisi lain di balik kasus tersebut terungkap mulai dari status kependudukan, lahan yang tidak jelas, hingga ketiadaan struktur lingkungan resmi seperti RT dan RW.
Dedi mengungkap, banyak warga Kampung Baru tidak memiliki KTP Depok meski sudah menetap puluhan tahun di sana.
Ia mendapati banyak warga di sana sudah tinggal selama puluhan tahun meski KTP berasal dari luar Depok.
Bahkan, sebagian diduga tak memiliki KTP sama sekali.
"Yang jadi problem kan mereka tinggal puluhan tahun di situ, tapi KTP-nya ada yang di Jakarta, ada KTP Kota Bekasi saya lihat."
"Bisa jadi ada yang tidak ber-KTP, kan ini tidak bisa dibiarkan secara terus menerus," ucap Dedi kepada wartawan di Polres Depok, Selasa (22/4/2025).
Penduduk yang lebih banyak memiliki identitas Bekasi dan Karawang seolah hidup dalam senyap.
Meski saat diperiksa kebanyakan rumah di sana juga tidak mengantongi sertifikat resmi.
"Kemudian ada yang punya rumah bersertifikat, lalu ada yang punya rumah tidak ada sertifikatnya," ujarnya.
Tak hanya itu, penduduk setempat juga diketahui beberapa kali absen dalam menggunakan hak memilihnya di Pemilu.
"Tidak pernah memilih (Pemilu) karena ikut di Jakarta juga enggak, milih di Jakarta dan di Depok pun enggak," tutur Dedi.
Persoalan kependudukan ini menjadi pekerjaan yang harus dituntaskan, terlebih karena erat kaitannya dengan konflik tanah.
Dedi berujar, persoalan tanah di sana yang statusnya juga tidak jelas akan menjadi target yang diselesaikannya dalam waktu dekat.
Rencananya, Dedi akan kembali ke Depok pada Selasa (29/4/2025), untuk memastikan status tanah yang ditempati para penduduk liar.
Selanjutnya, ia akan merumuskan solusi bersama Pemkot Depok dan Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Baca juga: Susanti Kecewa Tiba-tiba Dilarang Pak Camat Bikin Konten Jalan Rusak, Sang Selebgram Gemas: Takut?
Wali Kota Depok, Supian Suri, menerangkan kendala pendataan kependudukan tidak merata.
Menurutnya, status tanah Kampung Baru yang samar adalah salah satu kendalanya.
"Ini kan ada dua hal permasalahan yang melatarbelakangi."
"Pertama, permasalahan tanah, ini yang menjadi hal berkaitan dengan permasalahan kependudukan. Karena sampai saat ini kependudukan kita masih berdasarkan terhadap wilayah," bebernya.
Sampai saat ini, penduduk yang hendak pindah KTP biasanya harus menyertakan surat domisili yang dikeluarkan pihak RT dan RW di wilayah tersebut.
Sementara, status tanah Kampung Baru masih belum jelas kepemilikannya.
Bahkan Pemkot Depok tidak menemukan pengurus RT dan RW di wilayah tersebut.
"Selama ini pegangannya untuk bisa punya KTP harus bisa dapat izin dari pemilik lahan, sehingga ini yang belum ketemu solusinya," ujar Supian.