Seperti sopir bus yang mengalami kecelakaan, petani yang terluka akibat alat pertanian, atau pegawai lainnya yang meninggal dalam insiden kerja.
Ia juga meminta Pemkab Garut untuk memberikan perhatian lebih kepada keluarga korban.
"Nanti di Pemkab Garut ada, kalau saya (Pemprov Jabar) memberikan santunan Rp50 juta bagi tiap keluarga korban, dan anak-anak yang ditinggalkan akan dijamin sampai kuliah pendidikannya," ungkap Dedi.
Diberitakan sebelumnya, ledakan terjadi saat pemusnahan amunisi kedaluwarsa TNI AD di Desa Sagara.
Insiden ini menewaskan 13 orang, terdiri dari 4 anggota TNI dan 9 warga sipil dari daerah setempat.
Ledakan diduga disebabkan oleh detonator penghancur yang meledak lebih awal saat masih terpasang di sebuah lubang besar penghancur dekat pesisir pantai.
Sembilan jenazah warga sipil yang dilaporkan adalah Agus Bin Kasmin, Ipan Bin Obur, Anwar Bin Inon, Iyus Ibing Bin Inon, Iyus Rizal Bin Saepuloh, Toto, Dadang, Rustiwan, dan Endang.
Semuanya berasal dari Cibalong dan Pameumpeuk, Garut.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi mengungkapkan, dugaan adanya korban sipil diakibatkan karena warga menghampiri titik pemusnahan setelah ledakan pertama terjadi.
Mereka, menurut Kristomei, hendak mengambil serpihan amunisi yang tersisa.
Tak disangka, ledakan selanjutnya terjadi dan menghantam sejumlah warga yang berada di lokasi pemusnahan.
Baca juga: Siswa SMK Bayar Rp600 Ribu Demi Bisa Gelar Acara Wisuda, Kepsek Akui Sudah Tradisi: Rasa Hormat Kami
Kristomei mengatakan, amunisi kedaluwarsa yang diledakkan di Garut berupa granat dan mortir.
Amunisi tersebut diledakkan karena masa pakainya sudah berlalu walau belum sempat dipakai.
"Sehingga, amunisi-amunisi tersebut memang rutin bagi kita, TNI, untuk musnahkan sisa-sisa amunisi yang tidak terpakai tadi," jelas Kristomei dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
Lebih lanjut, jenderal TNI bintang dua tersebut menyampaikan, kekuatan amunisi yang sudah kedaluwarsa juga tidak bisa diperkirakan.