”Apakah masuk akal? Padahal, sebagian minimarket beroperasi sampai 24 jam. Inilah yang membuat saya berpikir tentu harus bertemu dengan pengusaha untuk membahas skema pajak parkir yang adil,” kata Eri.
Baca juga: Gaji Jukir Resmi Minimarket Sudah UMK Tapi Nyaris Dikeroyok Jukir Liar, Eri Cahyadi: Ojo Wedi, Lawan
Evaluasi untuk meningkatkan akurasi pelaporan parkir sekaligus menekan potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perparkiran.
Sebelum ada inspeksi dan penyegelan area parkir minimarket, rata-rata pengelola berdalih telah melunasi pajak parkir dan berhak atas status bebas parkir.
Namun, status itu membuat pengelola tidak menyediakan jukir resmi yang dari sisi kepentingan pemerintah dapat mencatat jumlah kendaraan parkir setiap hari secara baik atau jujur.
Mengacu pada Perda Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perparkiran di Kota Surabaya, setiap tempat usaha yang menyediakan area parkir patut menyetor 10 persen dari pendapatan parkir ke kas daerah.
Penghitungan pendapatan parkir diperoleh dari jumlah kendaraan yang parkir secara harian lalu dirata-rata dalam sebulan serta disesuaikan dengan tarif retribusi parkirnya.
Eri tak menampik pandangan bahwa rencana evaluasi itu bisa dianggap sebagai tekanan kepada pengusaha.
Namun, pemerintah juga merasa berhak sebab regulasi telah ada dan belum berubah atau diubah.
Sebagai catatan, pemerintah menargetkan PAD 2025 senilai Rp 8,79 triliun.
Jumlah ini setara dengan 72,42 persen dari total target pendapatan daerah yang Rp 12,13 triliun. PAD perparkiran sementara ditargetkan sesuai 2024 yang Rp 101 miliar.
Namun, realiasi tahun lalu cuma Rp 42 miliar atau 41,58 persen yang memperlihatkan kebocoran besar.
Redam Demo Terkait Jukir Parkir Minimarket
Sementara itu, Forum Solidaritas Madura Indonesia (FSMI) memutuskan untuk membatalkan rencana demonstrasi yang semula dijadwalkan berlangsung selama lima hari di Balai Kota Surabaya.
Aksi ini awalnya dirancang sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, terkait penertiban juru parkir (jukir) liar yang dinilai menimbulkan stigma terhadap kelompok tertentu.
Koordinator aksi, Baihaki Akbar, menjelaskan bahwa pihaknya semula mengkritik tindakan Eri dalam menertibkan parkir liar, terutama karena dokumentasi kegiatan tersebut tersebar luas di media sosial.