TRIBUNJATIM.COMĀ - Seorang pegawai mendadak ditagih toko tempatnya bekerja sebesar Rp800 ribu.
Uang tersebut ternyata uang pengganti iuran BPJS Ketenagakerjaan yang telah dibayarkan oleh tempat pegawai itu bekerja.
Namun pegawai tersebut tidak mengetahui selama ini bahwa perusahaan telah mendaftarkannya ke BPJS Ketenagakerjaan.
Bekerja selama bertahun-tahun, pegawai toko tersebut hanya menerima gaji Rp1,6 juta per bulan.
Jumlah tersebut jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
Kasus ini menimpa pegawai sebuah toko di Purwokerto, Jawa Tengah.
Baca juga: Sosok Bupati Pangandaran Nangis ke Dedi Mulyadi, Tunjangan Pegawai Belum Dibayar, Hartanya 800 Juta
Seorang warga, mewakili adiknya yang bekerja di Toko Berkah Jaya depan Taman Kota Andhang Pangrenan, membeberkan praktik mulai dari gaji di bawah UMR, penahanan ijazah, hingga skema BPJS Ketenagakerjaan yang dinilai menjebak.
Laporan serius yang masuk pada Senin (16/6/2025) ini langsung direspons oleh Dinas Tenaga Kerja, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Dinnakerkop UKM) Kabupaten Banyumas, yang berjanji akan segera menindaklanjuti.
Dalam laporannya yang sangat rinci, pelapor mengungkapkan adiknya yang sudah bekerja bertahun-tahun di toko tersebut hanya menerima gaji sebesar Rp 1,6 juta, jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
Ironisnya, saat dicek di aplikasi JMO, gaji yang dilaporkan perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan sudah sesuai UMR.
Selain masalah upah, ia juga menyebut praktik penahanan ijazah yang disertai ancaman denda jika keluar sebelum kontrak berakhir.
"IJAZAH DITAHAN (apabila resign sebelum kontrak habis maka akan dikenakan denda utk mengambil)," tulisnya, dikutip dari Tribun Banyumas.
Ketiadaan slip gaji juga membuat para pekerja tidak mengetahui rincian pendapatan dan potongan mereka.
Masalah memuncak ketika pihak atasan tiba-tiba memanggil adiknya.
Ternyata, pihak perusahaan telah mendaftarkan adiknya ke program BPJS Ketenagakerjaan tanpa pemberitahuan dan sudah aktif selama beberapa bulan.