Tapi lahan kosong di pinggir rumahnya biasa terisi penuh dengan puluhan boks buah yang dibeli dari para petani.
"Sekali kirim, saya bisa menghasilkan antara Rp15 juta hingga Rp20 juta. Itu hasil kotor. Tujuan saya adalah dua toko buah saja di Ponorogo," tambah Seger.
Menegaskan kembali, nilai yang Seger sebut hanya untuk sekali kirim.
Dalam sepekan, Seger rata-rata mengirim dua kali ke tempat tujuan.
Tinggal dikalikan delapan saja untuk mengira-ngira penghasilan kotor Seger dalam sebulan.
Baca juga: Dulu Jadi Cabup Gandeng Vicky Prasetyo, Sekretaris Desa Kini Tersangka Pembelian Aset BUMD Rp237 M
Apa yang Seger dapat saat ini adalah buah dari apa yang ia tanam selama tahun-tahun.
Jangan dikira, Seger memulai usahanya dengan modal besar dan armada pendukung milik pribadi.
Sebagian dari modal awal yang ia pakai untuk menjadi pengepul dan menyuplai buah ke toko-toko adalah hasil pinjaman sang istri.
"Istri saya awalnya dapat pinjaman tanpa anggunan Rp3 juta dari BTPN Syariah melalui program pemberdayaan," lanjut dia.
Oleh Seger dan istri, sebagian uang itu ia pakai untuk membeli buah-buah dari petani.
Sebagian lainnya untuk biaya transportasi.
Meski sama-sama di Jawa Timur, jarak Banyuwangi dan Ponorogo tidaklah dekat.
Sekitar 450 kilometer (km). Banyuwangi berada di ujung timur, sementara Ponorogo di sisi barat.
"Kebetulan sebelum jadi begini, saya bekerja sebagai sopir. Mengirim buah milik juragan ke luar kota, termasuk ke Ponorogo. Jadi sudah punya jaringan," tuturnya.
Ketika awal menjadi penyuplai buah secara mandiri, Seger memakai kendaraan yang ia sewa dari orang lain.