Ia menjelaskan bahwa kasus ini tidak dapat diproses melalui jalur pidana, melainkan masuk ranah administrasi Pemerintah Kota Solo.
"Sehingga secara pidana memang itu sama sekali belum masuk ranah pidana," kata Prastiyo, Senin (2/6/2025).
"Karena memang ranah bapak Wali Kota, kita juga melaksanakan kolaborasi dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan," imbuh dia.
Baca juga: Modal Rp3 Juta, Seger Sang Sopir Banting Setir Jadi Juragan Buah, Sebulan Bisa Raup Rp160 Juta
Prastiyo merujuk pada Pasal 26 dan 27 UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang menyebutkan, pelaku usaha wajib memiliki keterangan halal.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua usaha makanan diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal, selama tidak mencantumkan klaim halal.
"Dan di situ juga ada celah bahwasanya memang apabila tidak memasang itu akan menjadi dapat dikenakan sanksi administrasi. Hanya sebatas itu," lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa pelapor bukan merupakan konsumen langsung.
Sehingga aduan diklasifikasikan sebagai informasi semata.
"Karena yang bersangkutan bukan konsumen secara langsung juga."
"Kemudian berkaitan dengan ributnya ini kita pun melihat legal standing dari pendumas," ujar Prastiyo.
Sebelumnya, Mochammad Burhannudin menyampaikan bahwa laporan yang ia buat dilatarbelakangi oleh beban moral sebagai bentuk keprihatinan terhadap keresahan masyarakat Muslim di Solo.
"Saya mempunyai satu beban moral untuk ikut prihatin dengan permasalahan yang sedang terjadi."
"Terutama permasalahan Ayam Goreng Widuran yang jelas-jelas telah meresahkan umat Muslim di Kota Solo," kata Burhannudin.
Ia menyoroti bahwa Ayam Goreng Widuran sudah berdiri sejak 1972, namun baru belakangan diketahui menggunakan bahan nonhalal.
"Ternyata selama ini mereka telah menyajikan makanan yang tercampur dengan bahan-bahan yang tidak halal."