Arah Mata Angin Relatif
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi juga menyoroti soal penggunaan arah mata angin dalam nama daerah, seperti "barat" yang bersifat relatif.
Lokasi yang disebut Bandung Barat bagi satu daerah, bisa jadi dianggap Bandung Timur atau Selatan dari perspektif wilayah lain.
"Kata siapa Bandung Barat? Kata orang Bukanagara, Subang. Tapi, bagi orang Cianjur bisa jadi Bandung Timur. Bagi orang Purwakarta, Bandung Selatan. Jadi sulit untuk mengidentifikasi wilayah," ujar Dedi.
Tak Memaksakan
Meski begitu, Dedi Mulyadi tak memaksakan perubahan nama.
Namun, jika ada niat serius dari pihak terkait untuk melakukan rebranding melalui pergantian nama, ia siap memberikan dukungan.
"Biarlah kalau sudah begini namanya, tetapi kalau ada niat untuk mem-branding, mengubah namanya, saya siap membantu agar ada wibawa atau kharismanya," ucap Dedi.
Usulan Nama Batulayang
Sementara, usulan nama Batulayang sendiri datang dari Ketua Komisi I DPRD Bandung Barat Sandi Supyandi.
Sandi mengatakan, Batulayang lebih dari sekadar nama karena menjadi warisan sejarah yang sempat hadir sebagai kabupaten di abad ke-19.
"Kalau kita baca historis, Kabupaten Batulayang dulu pernah ada di wilayah Bandung Barat. Nama Batulayang bisa menjadi opsi untuk menjadi nama kabupaten yang dihidupkan kembali," ujar Sandi, Jumat (20/6/2026), dikutip dari Kompas.com.
Meski kini Batulayang hanya dikenal sebagai nama desa di Kecamatan Cililin, sejarah mencatat wilayah ini pernah setara dengan daerah-daerah lain yang lebih dikenal, seperti Cianjur, Sumedang, dan Sukapura.
"Sekitar tahun 1802, Kabupaten Batulayang pernah eksis dengan luasan mencakup wilayah Kopo, Rongga, hingga Cisondari sebelum dilebur pemerintahan Hindia Belanda ke Kabupaten Bandung," jelas Sandi.
Ia menambahkan, nilai historis Batulayang bisa menjadi kekuatan dalam membangun identitas masyarakat yang tumbuh dalam budaya Sunda.