Yakni bubur putih dengan lauk kacang, telur gulung, wortel, potongan tempe, hingga opor daging ayam.
Setiap rumah di Bondowoso membuat bubur suro saat malam pergantian Tahun Baru Islam atau 1 Muharram.
Kemudian, mereka masukkan ke dalam wadah dan dibawa ke masjid atau musala terdekat usai salat maghrib.
Satu keluarga bebas bisa membawa beberapa bungkus bubur. Namun rata-rata membawa sesuai jumlah anggota keluarga.
Sri Ningsih, warga Desa Kembang, Kecamatan Bondowoso, mengatakan, selamatan bubur suro sudah dilakukan turun temurun sejak lama.
Biasanya sebelum dibawa ke masjid, rumah-rumah melakukan selamat sendiri untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia.
"Tapi tergantung musyawarah warga apakah langsung dibawa ke masjid atau bagaimana," jelasnya.
Ia menerangkan, selamatan ini merupakan tradisi rasa syukur kepada Allah SWT. Sekaligus, sejarah bubur suro ini dulu di zaman Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu. Nabi Nuh kemudian memasak bahan makanan yang tersisa.
"Agar beras persediannya itu cukup, jadi dibuat bubur," terangnya.
Warga akan saling bertukar bubur suro. Satu rumah akan membagikan bubur suro 1-2 piring ke masing-masing rumah. Begitupun sebaliknya.
"Tradisi itu sampai sekarang ada," terangnya.