Bakteri bisa berasal dari lingkungan, maupun dari penjamah makanan atau orang yang memasak.
Untuk memastikan, orang yang memasak menu ini juga sudah diperiksa dengan mengambil sampel swab rectus, dan hasilnya negatif.
”Dugaan awal memang dari orang yang masak, tapi ternyata bukan. Hasil uji laboratorium, bakteri pada pemasak beda dengan yang ada di makanan,” ungkap dr Rendra.
Dengan demikian, dugaan terkuat cemaran bakteri ini berasal dari lingkungan.
Dokter Rendra memaparkan, bisa saja bakteri ini dari bahan makanan yang sudah terkontaminasi, lalu cara memasaknya kurang maksimal.
Proses pembersihannya kurang, kemudian proses memasaknya juga kurang masak sehingga kuman tidak mati.
Untuk mencari sumber pencemaran, Dinas Kesehatan juga menguji sampel air dari sumber yang dipakai memasak.
”Jika sejak awal sudah ada kontaminasi bakteri, makanan akan mudah basi. Tapi jika tidak ada bakteri, maka basinya bisa lebih lama,” ujarnya.
Sebelumnya Dinkes bersama RSUD dr Iskak sudah berkoordinasi terkait protokol tetap kasus keracunan makanan.
Salah satunya untuk mendapatkan sampel makanan yang bagus, yang benar sehingga memberi kesimpulan yang tepat