Ia menyebut ada warga penderita sakit jantung dan gangguan perut yang BPJS-nya juga sempat nonaktif dan harus diurus kembali ke kalurahan.
“Sejauh ini tiga yang saya ketahui, tapi bisa saja lebih dari itu karena langsung ke kalurahan untuk mengurus,” kata Poniman.
Ia mengimbau agar warga mengecek status kepesertaan BPJS PBI mereka dan segera melapor ke kantor desa bila dinonaktifkan.
“Dengan begitu, kartu bisa secepat mungkin digunakan bagi orang yang tidak mampu,” ujarnya.
Baca juga: Ditolak RSUD karena Pakai BPJS Kesehatan, Anak Usia 12 Meninggal, RS Bantah: Kami Sudah Melayani
Sementara itu, Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial P3A Kulon Progo, Ika Dwi Wahyuning Kusumastuti, mengungkapkan bahwa terdapat 6.600 warga Kulon Progo yang dinonaktifkan dari BPJS PBI akibat proses sinkronisasi data nasional.
Secara keseluruhan, jumlah peserta nonaktif di DIY mencapai 57.000 orang.
Penyesuaian ini dilakukan seiring transisi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), hasil integrasi DTKS, P3KE, dan Regsosek yang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kami menerima data penonaktifan PBI APBN di Kulon Progo ini ada 6.600 karena perubahan itu,” ujar Ika.
Meski demikian, pemerintah daerah menjamin proses reaktivasi akan berlangsung cepat. Warga cukup mengurus di kantor desa, lalu datanya akan diverifikasi Dinsos, dilanjutkan dengan rekomendasi ke Dinas Kesehatan, dan kemudian diajukan ke BPJS.
“Prosesnya akan berlangsung cepat. Hari ini langsung jadi,” tegas Ika.
Dalam berita lain, seorang nenek bernama Sumi lemas ketika dinyatakan meninggal dunia oleh data pihak BPJS.
Nenek Sumi mengetahui kejanggalan datanya itu ketika hendak berobat menggunakan BPJS.
Nenek bernama Sumi (70), warga Dukuh Banjarsari RT 19, RW 09, dinyatakan meninggal dunia dalam dokumen resmi.
Padahal nyatanya Sumi masih hidup dan sehat.
Dokumen kematian atas nama Sumi itu beredar luas di media sosial.