Febriani yang berusia 27 tahun itu harus merelakan kepergian Cahyani, yang menjadi korban tewas tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.
Tangis dan penyesalan pecah serta menyelimuti Febriani, yang tidak menyangka perjalanan singkat Cahyani menyeberang selat Bali berujung perpisahan abadi.
"Tidak ada yang mengira KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam," kata Febriani di Posko ASDP Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis.
Febriani dan Cahyani (30) sama-sama merantau ke Denpasar, Bali, untuk bekerja.
Keduanya memutuskan pulang kampung di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, untuk menikah pada 20 Juni 2025.
Setelah 12 hari menikah, Febriani memutuskan kembali merantau ke Denpasar untuk bekerja.
"Kami berangkat pukul 22.00 WITA, sampai Pelabuhan Ketapang sekitar pukul 22.30 WITA, dan langsung naik kapal," ujar Febriani.
Sebagai orang yang sering melakoni perjalanan Bali-Jawa, Febriani merasa olengnya kapal yang dirasakannya saat itu adalah hal biasa.
Menurutnya itu karena pengaruh gelombang air laut.
Namun lama-kelamaan, hal yang dianggap biasa menjadi perasaan cemas.
Bagian depan kapal terlihat miring ke kiri.
Apalagi ditambah beban yang berat di sisi depan, kapal mulai oleng kurang dari tiga menit.
Semua orang sontak berhamburan berupaya menyelamatkan diri.
Mirisnya saat itu tidak ada informasi dari pihak kapal maupun alarm bahaya.
"Kami semua menyelamatkan diri sendiri, ambil pelampung sendiri," ujar Febriani.