TRIBUNJATIM.COM - Seorang calon siswa atau casis yang berbuat curang itu bersekongkol dengan seorang guru honorer.
Oknum guru honorer tersebut dinonaktifkan usai diduga melakukan penawaran jual-beli kursi saat sistem penerimaan murid baru (SPMB) tingkat SMP di Depok.
Sebelumnya, oknum disebut aktif mengajar di salah satu sekolah dasar (SD) wilayah kecamatan Sukmajaya.
“Sementara sanksinya dinonaktifkan dulu dari sekolah, tapi ini masih proses pemeriksaan di Inspektorat Kota Depok,” kata Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (6/7/2025).
Chandra menyampaikan, Inspektorat Kota Depok masih dalam proses pemeriksaan pasca penangkapan oknum di akhir Juni 2025.
Oknum guru yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh personel Satpol PP Depok menggunakan strategi untuk mengelabui pelaku.
Hal itu dilakukan melalui calon korban yang sengaja mengirim uang DP sebesar Rp 7,5 juta.
“Yang pasti yang sudah dikasih uang Rp 7,5 juta. Kalau nggak salah, DP katanya. Saya enggak gitu tahu (korban) ditawari berapa, Rp 15 juta ya kalau enggak salah,” ungkap Chandra.
Chandra menerangkan, calon korban telah mengadu terlebih dahulu kepada sukarelawan terkait tawaran yang diterimanya.
Sehingga, tindak kejahatannya dicegat tepat sebelum ada korban-korban lainnya.
Baca juga: Terungkap Fakta Emi Orang Kedua yang Beli Rumah dari Developer, Bayar Rp 550 Juta tapi Kini Disomasi
“Sejauh ini kami belum menemukan hal seperti ini yang melibatkan panitia SPMB. Jadi sejauh ini kami tidak menemukan panitia SPMB melakukan praktek manipulasi jual beli kursi,” tegas Chandra.
Sebelumnya diberitakan, seorang oknum guru honorer di Depok diduga menawarkan jual-beli bangku saat sistem penerimaan murid baru (SPMB) tingkat SMP, Sukmajaya, Kota Depok.
“Dia (oknum) menawarkan kepada orangtua siswa untuk bangku kursi di SMP negeri tertentu,” kata Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah kepada Kompas.com, Jumat (4/7/2025).
Pengungkapan kasus bermula dari seorang wali murid melaporkan tawaran beli bangku di SMP yang diterimanya kepada sukarelawan tim pemenangan Wali Kota Depok Supian Suri dan Chandra pada Pilkada 2024 lalu.
Laporan ini dimanfaatkan sebagai taktik untuk menjebak pelaku sebelum akhirnya ditangkap yang berwenang.
“Kemudian sukarelawan ini memutuskan untuk bantu ibu ini untuk menjebak dengan mengarahkannya transfer sejumlah uang dulu. Nah, begitu transfer kan ketemuan, minta tanda terima, pakai kwitansi, baru dia langsung ditangkap sama Pol PP,” ujar Chandra.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, oknum guru itu bukan panitia SPMB atau seorang aparatur sipil negara (ASN).
Sehingga, Pemkot memastikan pelaku tidak dalam kondisi mempunyai akses atau berkomplot dengan panitia SPMB.
Selain itu, tidak ada transaksi lainnya yang mengalir kepada oknum tersebut.
“Dia berdiri sendiri, dia tidak berkorelasi dengan panitia SPMB. Karena sudah kita periksa, sudah kita cek, ya enggak ada (kaki tangan),” terang Chandra.
Baca juga: Datangi KPK Bawa Bukti, Menteri UMKM Bantah Istri ke Eropa Pakai Uang Negara: 1 Rupiah Pun Tidak Ada
Protes terkait kecurangan dalam pelaksaan SPMB memang masih terjadi hingga kini.
Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di sejumlah daerah menimbulkan gelombang protes dari wali murid.
Seperti terjadi di Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
Puluhan warga RW 07 dan 08 di daerah tersebut memblokir gerbang sekolah SMAN 10 Kota Tangerang Selatan, Jumat (4/7/2025).
Berdasarkan pantauan Tribun Banten, gerbang sekolah tersebut ditutup menggunakan empat bilah batang bambu yang diganjal menggunakan dua buah ban mobil pada bagian bawah.
Bambu tersebut dipasang menyilang berbentuk X, dengan ikatan pada bagian tengah, dan menutupi seluruh bagian pintu gerbang.
Selain itu, terlihat juga dua spanduk besar yang bertuliskan tuntutan mereka agar anak-anak yang berada di sekitar sekolah dapat diterima.
Baca juga: Diduga Dicurangi soal Domisili, Orang Tua Geruduk SMA Protes Hasil SPMB, Sekolah Masih Tetap Bungkam
Spanduk tersebut dibuat dari kain putih yang ditulis menggunakan cat berwarna merah.
Satu spanduk dipasang tepat di pintu gerbang sekolah, dan satu lainnya di pasang di tembok sisi kiri gerbang sekolah.
"Warga menuntut semua warga Tegal Rotan bisa diterima di SMAN 10," tulis spanduk yang dibentangkan di pintu gerbang sekolah.
"Kami warga Tegal Rotan RW 07/08 menuntut dengan tegas," tulis spanduk lainnya yang dipasang di tembok sisi kiri gerbang sekolah.
Kepada Tribun Banten, seorang perwakilan warga, Saipul Basri mengatakan, aksi yang mereka lakukan bertujuan untuk memprotes permasalahan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur domisili.
Pasalnya sebanyak 23 anak yang berada di lingkungan sekolah ditolak untuk bersekolah di SMAN 10 Tangsel.
Padahal jarak tinggal mereka berdekatan dengan sekolah tersebut, bahkan masih dalam satu lingkungan.
"Tuntutan kita dari RW 07 dan 08 sesuai dengan aspirasi masyarakat sekitaran, 23 anak ini yang di RW 07/08 harus diterima di SMA Negeri 10 ini," ujarnya.
Dirinya mengaku, 23 anak yang ditolak tersebut akibat nilai yang dianggap pihak sekolah tidak mencukupi.
"Alasannya (Ditolak) itu yang diadu nilai, jadi yang terkena anak-anak kita ini nilainya cuma 85 koma sekian," kata Saipul.
Ia lantas menyebut, bahwa aksi hari ini merupakan puncak dari beberapa aksi yang pernah dilakukan warga sebelumnya.
"Ini aksi sudah yang kelima kali ini, kita sudah pernah bersurat dan sudah pernah dipanggil sama pihak sekolah yaitu kepsek dan wakil kepala sekolah," ucap Saipul.
Baca juga: Akhir Nasib Wakil Ketua DPRD Banten yang Titip Siswa di SPMB 2025, Budi Prajogo Mengaku, PKS: Maaf
"Nah jawaban dari aksi kita yang pertama itu, disepakati dengan tanda tangan di atas materai oleh orang tua calon siswa bahwa 23 anak ini akan ajukan ke dindik dan gubernur," kata dia.
"Karena waktu itu, jawaban dari pihak kepala sekolah ada sisa bangku dari jalur afirmasi 17, terus dari jalur kepindahan orang tua itu masih ada sisa bangku 6," jelasnya.
Namun nyatanya, kata Saipul, pihak sekolah justru memberikan jawaban 23 anak tersebut dinyatakan ditolak.
"Nah kan dari Dindikbud dan Gubernur itu belum ada jawaban, tiba-tiba ada WhatsApp 'mohon maaf tuntutan masyarakat sekitar ditolak'" kata Saipul menjelaskan.
"Harusnya kan bersurat bukan melalui WhatsApp terkait jawaban dari dindik ataupun gubernur, karena kan kita bersurat. Ini jawabannya tidak memuaskan," ucapnya.
Adapun saat ditanya terkait hasil aksi yang dilakukan hari ini, Saipul menyebut, pihaknya telah mengagendakan adu data dengan pihak sekolah.
Namun jika 23 anak tersebut tetap ditolak, kata Saipul, pihaknya mengancam bakal tetap memblokir gerbang sekolah.
"Kita akan tutup jalan ini (gerbang sekolah) sampai tuntutan kita terpenuhi," pungkasnya.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com