"Sampai di Lanai, warga bilang jembatan sudah putus. Awalnya saya kira masih bisa dilewati dengan berjalan kaki, tapi ternyata sudah roboh total," kata Dona.
Karena tak ada pilihan lain dan keluarga pasien telah menunggu di seberang, Dona pun memutuskan untuk menyeberangi sungai tersebut tanpa persiapan khusus.
"Saya tidak tahu kalau jembatannya putus, jadi tidak bawa perlengkapan apapun. Tapi karena pasien butuh bantuan dan tidak mungkin saya menolak, saya putuskan berenang," ucapnya.
Sampai sejauh ini, eksistensi Dona sendiri diketahui telah mengabdi sebagai bidan ASN di daerah tersebut sejak tahun 1999.
Ia mengungkapkan bahwa jarak dari tempat tinggalnya ke lokasi pasien sekitar 27 kilometer, melewati hutan dan jalanan yang rusak parah.
"Sudah sering saya ke kampung itu. Tapi ini pertama kali saya harus menyeberangi sungai."
"Bahkan sebelum sampai jembatan putus itu, saya tiga kali jatuh dari motor karena jalan berlumpur," tambahnya.
Meski di desa tersebut ada bidan lainnya, masyarakat tetap mempercayakan pengobatan kepada Dona karena kedekatannya dengan warga.
Dona mengatakan, saat berenang, ia membawa obat-obatan dan perlengkapan medis dalam tas yang digendongnya.
"Itu semua alat medis saya. Baju yang saya pakai juga basah dan kering sendiri di badan," tuturnya.
Ia juga mengaku tidak sadar saat aksinya direkam seseorang dari seberang sungai.
"Saya hanya dengar suara orang memanggil dari seberang, bilang, 'Ke sinilah'," katanya.
Dona mengaku berani menyeberangi sungai karena memiliki kemampuan berenang yang baik sejak sekolah.
"Dulu waktu SMA saya ikut lomba renang, jadi tidak takut saya saat berenang. Waktu pulang dari rumah pasien, saya juga berenang lagi," jelasnya.
Pasien yang dikunjungi Dona kini sudah sembuh.
Ia berharap pemerintah segera memperbaiki infrastruktur di wilayah tersebut, terutama jalan dan jembatan penghubung antar nagari.
"Semoga jembatan segera diperbaiki. Jalan pun diperhatikan karena bidan lain dan saya sering ke sana untuk mengobati warga," tutupnya.