Berita Viral

Nenek Asmadi Mengais Rejeki dari Sisa Biji Kopi Imbas Penutupan Gumitir, Warungnya Sangat Sepi

Penulis: Ignatia
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TUNGGU PELANGGAN - Nenek Asmadi dan sang suami istirahat di depan rumah sekaligus warungnya yang tutup selama perbaikan jalur Gumitir Jember Jawa Timur, Selasa (5/8/2025).

TRIBUNJATIM.COM - Penutupan jalur Gumitir di Jember berdampak pada warga secara langsung.

Nenek Asmadi, pemilik warung kopi Rahayu di jalur Gumitir, Kecamatan Silo, kini harus bergantung pada 'ngasak' sisa biji kopi setelah warungnya tutup akibat penutupan total jalur Gumitir di Jember, Jawa Timur.

Selama ini, warungnya menjadi tempat singgah bagi para pelintas jalur tersebut, meski jumlahnya tidak banyak.

Lantaran jalur ditutup, Nenek Asmadi kehilangan sumber pendapatan utama.

Dalam dua pekan terakhir, aktivitas harian Nenek Asmadi berubah drastis.

Setiap pagi, ia pergi ke kebun untuk mencari biji kopi yang jatuh dari pohon milik orang lain, dalam istilah Jawa disebut 'ngasak'.

“Ya untung pas lagi musim panen kopi,” ujar Nenek Asmadi dengan senyum berat di depan warungnya, Selasa (5/8/2025), seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Rabu (6/8/2025).

Ia menegaskan bahwa dirinya selalu meminta izin kepada pemilik kebun sebelum mengambil sisa biji kopi.

Jika tidak diizinkan, ia terpaksa mencari cara lain untuk bertahan hidup.

Perempuan berusia hampir 60 tahun ini mengakui bahwa mencari biji kopi di kebun yang memiliki kemiringan sekitar 60 derajat bukanlah hal yang mudah.

Baca juga: Perjuangan Anya Cahyara Dapatkan Potret Burung, Lawan Rasa Takut Ketinggian hingga harus Kamuflase

Ia harus melewati berbagai rintangan, termasuk pepohonan dan kebun demi kebun, untuk menemukan biji kopi yang tercecer.

Setelah seharian bekerja, Nenek Asmadi pulang sekitar pukul 13.00 WIB dengan karung kecil yang biasanya tidak terisi lebih dari satu kilogram biji kopi.

“Namanya juga 'ngasak', sulit mendapatkan biji kopi yang masih kinyis-kinyis, banyak yang sudah hitam. Tapi bagi saya, itu tetap rezeki,” tuturnya.

Biji kopi kering yang ia kumpulkan dijual dengan harga Rp 32.000 per kilogram, jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran yang bisa mencapai Rp 50.000 di tingkat petani.

Penjualan biji kopi tidak bisa dilakukan setiap hari, sehingga ia harus hidup dengan sangat hemat agar dapur tetap bisa mengepul.

Baca juga: Uang Rp25,5 Juta Melayang, Andree Kesal Vespanya Tak Kunjung Datang: Saya Merasa Bodoh

Nenek Asmadi dan suaminya telah menetap di warung tersebut sejak 2004.

Meski warungnya tutup, ia tidak mengeluh tentang penutupan jalan nasional yang mengakibatkan hilangnya penghasilan.

“Biarin, bagaimana lagi, nanti jalan dibuka, jualan lagi,” ungkapnya pasrah.

Penghasilan dari warungnya berkisar antara Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per hari, dan bisa mencapai Rp 100.000 jika ramai.

Nenek Asmadi tinggal di rumah kecil di samping warungnya, yang terkadang dikunjungi anak dan cucu untuk menghilangkan kesepian.

Kebanyakan warung di jalur Gumitir juga berfungsi sebagai rumah bagi pemiliknya.

Ketika malam tiba, suasana menjadi gelap karena tidak ada listrik, dan mereka hanya mengandalkan aki untuk penerangan.

Baca juga: Persaingan Posisi Utama Madura United akan Sengit, Aji Kusuma Siap Maksimalkan Tiap Kesempatan

Jalur Gumitir di Kabupaten Jember, Jawa Timur, ditutup sejak 24 Juli 2025.

Penutupan jalan nasional tersebut menyebabkan pendapatan pengusaha rumah makan di kawasan menurun drastis.

Hal itu dialami Warung Bebas Bu Slamet yang berada di jalur Gumitir dekat Pos Tanah Manis Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Jember.

Baca juga: Sosok Pengusaha Jual Ratusan NMax Bodong Tanpa STNK Rp15 Juta, Langsung Ludes 2 Hari

Pendapatan warung tersebut anjlok hingga 80 persen.

Pemilik Warung Bebas Bu Slamet, Sulastri mengatakan, hal itu karena sepinya pembeli.

Sebab kendaraan yang melintas di Jalur Gumitir sudah tidak ada akibat penutupan jalan.

"Sebelumnya pembelinya mengunakan mobil pribadi dan travel," ujarnya, Senin (4/8/2025).

"Sekarang tidak ada (sejak Jalur Gumitir ditutup), yang beli cuma sepeda motor dan itu adalah warga sini saja," imbuhnya.

Menurutnya, dalam situasi jalur normal, warungnya sehari bisa memasak beras sebanyak 50 kilogram.

Namun, sejak dilakukan penutupan jalur, mentok cuma masak beras 10 kilogram.

"Jadi sangat turun banget produksi masak dan juga pembelinya. Daripada tutup yang penting tetap jualan, karena rumah saya di sini juga," kata Sulastri.

Lebih lanjut, kata Sulastri, dalam sehari biasanya bisa dapat untung Rp5 juta.

Tetapi sejak dilakukan penutupan, pendapatan warungnya sehari cuma Rp500 ribu.

"Kalau sekarang dapatnya mungkin, Rp500 ribu. Kalau sebelum nutup bisa dapat kisaran Rp5 jutaan sehari," kata Sulastri.

Sulastri, pemilik Warung Bebas Bu Slamet di Jalur Gumitir, Jember, Jawa Timur, Minggu (3/8/2025). Pendapatannya menurun drastis akibat penutupan Jalur Gumitir (TribunJatim.com/Imam Nawawi)

Pembelian di warungnya sejak penutupan Jalur Gumitir juga seadanya.

Rata-rata mereka hanya pesan kopi dan minuman, tidak ada yang pesan makanan berat.

"Sementara yang beli makanan jarang, karena yang paling banyak beli makan itu tamu yang mau berangkat ke Bali."

"Tapi sejak ditutup jalur, mereka sudah tidak mampir kesini sudah," tuturnya.

Oleh karena itu, Sulastri mengaku harus mengurai produksi makanan yang dijual, agar bisnis rumah makan ini tetap bisa bertahan di tengah penutupan Jalur Gumitir.

"Seperti ikan biasanya ambil 10 kilogram, sekarang mungkin ambil 2 kilogram, daripada tidak laku," ungkapnya.

Baca juga: Tempuh Ribuan Kilometer Jualan Bendera Agustusan, Petani Agus Sepi Pembeli

Berita Terkini