Di Kota Cirebon, puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menolak kenaikan PBB yang mencapai 1.000 persen.
Juru bicara Hetta Mahendrati menilai kebijakan ini sangat memberatkan dan mencontohkan kasus Pati sebagai alasan mengapa kebijakan serupa seharusnya dibatalkan.
Sementara itu di Kabupaten Semarang, Bupati Ngesti Nugraha menjelaskan kenaikan tidak berlaku bagi semua wajib pajak.
Dari total 775.009 NOP, hanya sekitar 45 ribu yang mengalami kenaikan, sementara sisanya tetap atau bahkan turun.
Ngesti menegaskan penetapan NJOP dilakukan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kenaikan umumnya terjadi di wilayah berkembang atau bernilai strategis.
Di Jombang, warga memprotes kenaikan pajak dengan aksi unik: membayar PBB menggunakan ratusan koin.
Mereka mengeluhkan lonjakan tarif yang terlalu besar sejak 2024, seperti dialami Joko Fattah Rochim yang pajaknya naik dari Rp300 ribu menjadi Rp1,2 juta.
Menanggapi hal ini, Bupati Warsubi berjanji tidak akan menaikkan PBB hingga 2027.
Baca juga: Bupati Pati Sudewo Dinilai Tidak Peka Kondisi Warga, Pengamat Sebut Respon Rakyat Masuk Akal
Bagaimana Respons di Bone terhadap Kenaikan PBB?
Di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, protes terhadap kenaikan PBB-P2 hingga 300 persen berakhir ricuh.
Puluhan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terlibat bentrok dengan aparat di depan kantor DPRD Bone.
Kericuhan dipicu kekecewaan karena aspirasi massa dianggap tidak ditanggapi, sehingga mereka mencoba masuk ke gedung dewan.
Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinong, mengaku terkejut dengan adanya kebijakan tersebut, yang menurutnya masih dalam tahap pembahasan.
Ia menegaskan kenaikan ini tidak memenuhi asas legalitas penetapan dan berkomitmen mengawal pembatalannya.
Massa akhirnya membubarkan diri setelah mendapat janji akan ada peninjauan ulang, namun mereka siap menggelar aksi lanjutan jika tuntutan tidak dipenuhi.