Dari situ dapat diukur apakah kenaikan tersebut ideal atau justru membebani masyarakat.
Yusuf juga mengingatkan agar kebijakan tidak dibuat berdasarkan viralitas kasus.
“Kalau bisa tidak viral based policy (kebijakan berbasis viral). Saya lebih senang pendekatan evidence based policy (kebijakan berbasis bukti), dari realita di lapangan seperti apa, baru dimatangkan,” katanya.
Terkait durasi proses penetapan kebijakan, Yusuf menjelaskan, bila melalui peraturan daerah, waktunya akan lebih panjang karena memerlukan pembahasan di DPRD.
Sementara jika cukup melalui peraturan kepala badan pendapatan daerah, prosesnya bisa lebih singkat.
Ia juga menegaskan pentingnya evaluasi kebijakan secara berkala.
“Kalau tahun ini naik, harus ada kajian ulang untuk tahun depan,” ucapnya.
Untuk mencegah penolakan besar di masyarakat, Yusuf menyarankan agar draf kebijakan dipublikasikan sebelum penerapan, sehingga pemerintah mendapatkan masukan dari publik.
“Alangkah lebih enak kita dapat masukan sebelum kebijakan itu diterapkan, dari pada menarik kembali yang sudah ditetapkan,” jelasnya.
Ia menambahkan, perkembangan teknologi memudahkan masyarakat mengakses informasi sekaligus memicu reaksi cepat.
Hal ini, menurutnya, harus diantisipasi pemerintah dengan strategi komunikasi yang baik.
“Mungkin di Pati kenaikan pajak sudah dimainkan sehingga publik bereaksi keras. Padahal di daerah lain, kenaikannya lebih tinggi tapi masyarakatnya lebih adem ayem,” pungkasnya.