Pada 21 Juli, ia menyadari adanya kesalahan dalam proses seleksi. Seharusnya, satu kelas diisi 36 murid, namun menjadi 43 siswa.
"Saya menemukan bahwa ada puluhan siswa yang tidak memiliki Dapodik di SMA 5," jelasnya.
Baca juga: Camat Ganti Rugi Rp5 Juta untuk Siswa Drum Band MTsN yang Gagal Tampil, Minta Maaf
Bahaya Suap
PE, seorang ibu rumah tangga lainnya, menceritakan kesedihan anaknya yang bermimpi masuk SMA Negeri 5 namun tidak bisa karena berada di luar wilayah domisili.
"Anak saya sudah enam bulan merengek dan menangis minta dipindahkan, tetapi saya pelan-pelan memberi pengertian bahwa tidak baik mengambil hak yang bukan hak kita," ungkap PE.
Menurut PE, banyak anak yang menjadi korban akibat sistem pendidikan yang tidak profesional.
"Jika orangtua merestui tindakan menyogok atau mengambil hak orang lain, maka anak-anak itu akan tumbuh menjadi koruptor," tegasnya.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Sembiring, menekankan pentingnya perubahan paradigma orangtua.
"Orang tua harus mengubah paradigma, jangan menganggap bahwa tidak diterima di SMA Negeri 5 seperti masuk neraka. Masa depan anak tidak suram hanya karena itu," katanya.
DPRD juga sepakat untuk menuntaskan kisruh di SMA Negeri 5 dan memastikan pihak-pihak yang bekerja di luar aturan harus bertanggung jawab.
"Kami sudah membentuk tim bersama yang terdiri dari DPRD, wali murid, dinas, dan sekolah untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik," tutupnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com