“Kenaikan ADD bukan hanya menambah Siltap namun juga untuk pemberdayaan BPD dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya. Saya kira tidak adil kalau hanya untuk pemerintah desa saja,” tegas Anang.
Kenaikan menjadi 13 persen dinilai sangat relevan dengan kondisi Kabupaten Tulungagung saat ini.
Sebab dengan alokasi hanya 10 persen, ADD habis untuk Siltap dan biaya operasional saja, sementara tidak ada alokasi untuk lembaga kemasyarakatan desa lainnya.
Sementara Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat, penggunaannya juga sudah diintervensi.
“Misalnya, wajib dialokasikan 20 persen untuk ketahanan pangan. Jadi DD itu sudah ditata penggunaannya, tidak leluasa,” papar Anang.
Ia mencontohkan, banyak desa di wilayah pegunungan yang pendapatan asli desanya sangat kecil, sehingga dana operasional pemdes sangat terbatas.
Sementara DD diatur dengan ketat, dengan plot-plot yang sudah ditentukan.
Nanang mengungkapkan, sebelum Pilkada 2024, APDESI pernah menggelar Focus Group Disscusin (FDG) dengan melibatkan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta ahli hukum tata negara.
Saat itu disimpulkan, kenaikan ADD sangat tergantung dari komitmen kepala daerah.
“Apalagi bupati terpilih menjanjikan kenaikan tunjangan RT, RW dan BPD. Tanpa menaikkan ADD tidak mungkin,” pungkasnya.
Bupati Tulungagung, Gatut Sunu Wibowo, mengatakan, usulan PPDI itu akan disikapi.
Namun pihaknya akan melihat anggaran.
Sebab menurutnya, anggaran sangat terbatas, sehingga kenaikan alokasi ADD akan dilakukan secara bertahap.
Gatut mengaku akan mempertimbangkan keseimbangan.
“Kalau anggarannya ada pasti kita kasih. Tetap akan dinaikkan, tapi persentasenya belum ditentukan,” ujarnya.