TRIBUNJATIM.COM - Kasus dugaan pelanggaran hak siar pertandingan sepak bola menjeret Mbah Endang, pemilik Alero Cafe & Eatery di Klaten, Jawa Tengah.
Wanita berusia 78 tahun ini kaget didenda Rp 115 juta.
Mbah Endang menerima surat somasi yang menyebut ia melanggar hak siar pertandingan sepak bola sejak tahun 2024.
Dijelaskannya, semua itu terjadi karena ia menggelar acara halal bihalal.
Namun, Endang mengaku menghindari penyelenggaraan nonton bareng karena tahu ada aturan soal izin.
"Wah, itu sebetulnya saya juga agak kaget, kurang mengerti juga. Sebetulnya saya mengenai masalah nobar-nobar itu kurang mengerti karena memang di tempat warung saya memang sengaja enggak ada acara itu," kata Endang, dikutip dari Saksi Kata TribunJateng.
"Karena ya sedikit-sedikit sudah pernah mendengar kalau itu mesti harus ada pakai izin segala. Jadi memang kita enggak mau, nanti ke depannya menjadi urusan hukum," ucapnya.
Pada Juni 2024, sebuah surat somasi datang ke alamatnya.
"Saya itu kagetnya mendapat tiba-tiba pada bulan kalau enggak salah sekitar Juni 2024. Ada surat somasi yang datang dialamatkan ke saya sebagai pemilik Alero Cafe and Eetery di Klaten. Saya kaget, saya baca," kenangnya.
Endang pun membicarakan surat itu dengan anak dan menantunya, yang sehari-hari mengelola warung.
"Terus dengan datangnya itu saya runding dengan anak saya menantu. Saya di situ tercatat sebagai pemilik.
Cuman untuk pengelolanya anak menantu saya, anak-anak saya juga saya kumpulkan kok dapat surat seperti ini bagaimana saya rundingkan."
Baca juga: Pemilik Warung Terpaksa Hentikan Penampilan Agung Pengamen Difabel, Takut Bayar Royalti Rp 50 Juta
Keluarga sempat berpikir untuk mengurus lisensi agar legal.
"Kira-kira kalau kita mencari lisensi untuk itu kita nyampai enggak? Bisa enggak? Kalau sekiranya bisa, kita mau cari lisensi aja agar malah warung sini, Alero, bisa jadi ramai begitu ya. Silakanlah saya karena saya kan kurang mengerti, orang tua," ujarnya.
Bahkan anaknya sudah sempat berkomunikasi dengan pihak Vidio.
"Nah, itu lagi baru rencana anak saya itu sudah, tapi anak saya sudah sempat berkomunisasi dengan marketingnya Vidio.
Itu dapat berita kalau untuk lisensi saat itu harganya sekitar 15 sampai Rp20 juta lah dirundingkan saya di situ."
Endang menduga kasus itu berawal dari acara halal bihalal keluarga di warungnya pada 11 Mei 2024.
"Lah itu di situ (surat somasi) disebutkan bahwa kita melanggar penayangan itu. Nah, saya kan kaget," katanya.
Menantunya lantas menceritakan kemungkinan penyebabnya.
"Mantu saya cerita mungkin ini karena melihat tanggalnya itu saya bacakan loh kok tanggal berdasar kejadian tanggal 11 Mei 2024. Nah, lah ini 11 Mei kan pas acara halal bihalal saya bilang gitu. Terus mantu saya bilang, ‘Oh, jangan-jangan waktu itu memang ada kan karena dia ikut bantu-bantu bikin minuman. Selain karena pas waktu itu kafe juga buka melayani untuk pembeli umum. Waktu itu memang ada Bu, pembeli datang dua orang berkulit hitam. Beli kopi kalau enggak salah cuman Rp10.000, Ibu cuman diminum sedikit sudah habis itu foto-foto, foto-foto gitu. Jangan-jangan itu yang itu, Bu.'"
Baca juga: Pemilik Warung Pasrah Didenda Rp 50 Juta karena TV Dipakai Nobar, Ditawari Uang Damai Rp 100 Juta
Endang sendiri malam itu sibuk menyiapkan makanan untuk keluarga.
"Saya minta memang untuk makan malam saya jamu di warung saya, Alero, sambil mengenalkan biar keluarga pada ngerti warung saya. Maksud saya begitu."
Kasus itu kemudian membuat Endang dipanggil ke Polda Jateng.
"Tiba-tiba saya sudah mendapat panggilan dari Reskrimsus Polda Jateng. Panggilan pertama 12 November 2024. Saya datanglah Reskrimsus untuk ditanyakan, ya saya ceritakan apa adanya."
Endang kemudian disarankan membuat surat permohonan mediasi dengan pihak Vidio.com.
Ia pun bertemu dengan kuasa hukum Vidio.com, Wisnu Dwi Anggoro.
Alih-alih membicarakan lisensi, Endang justru disodori denda fantastis.
"Dia bukannya memberitahu itu. Tiba-tiba dia menyebutkan karena saya bikin kesalahan, dia menentukan denda Rp115.500.000."
Endang kaget hingga meminta jumlah itu diulang dua kali.
"Itu kan emang denda. Emang salah saya di mana kok saya bisa dikenakan denda? Dan itu, dan harga segitu itu emang itu ada pasalnya?"
Endang menegaskan menolak denda tersebut.
"Saya terus terang, kalau memang seperti itu, saya menolak! Karena saking kaget dan dalam hati saya mangkel juga jengkel gitu."
Baginya, angka Rp115 juta terlalu tidak masuk akal.
"Saya tidak merasa itu kalau saya dibilang kena denda itu karena saya bikin kesalahan itu kan enggak sengaja.
Saya itu enggak sengaja menyetel permainan bola dan siapa yang nyetel TV pas waktu itu saya enggak ngerti."
Sejak saat itu, Endang bahkan menyembunyikan remot televisi di kafenya.
"Karena kepikiran, saya agak kesal juga sama tadi pengacara dari Vidio.com, Mas Wisnu Dwi Anggoro. Mohon maaf, terus terang, saya tolak benar-benar itu angka segitu!"
Endang menegaskan warungnya bukan kafe besar, melainkan usaha kecil keluarga.
"Warung saya malah bukannya makin maju, menderit-mendit tahu-tahu dapat somasi. Pendapatan sehari paling Rp250–300 ribu."
Baca juga: Akhir Nasib Pemilik Warung Didenda Ratusan Juta Imbas Nobar, Tetap Tersangka Meski Temui Gubernur
Dengan pendapatan itu, ia merasa mustahil bisa membayar denda Rp115 juta.
"Nah, kalau angka segitu dari mana? Orang cari lisensi aja, anak saya mendapat info harganya sekitar cuman Rp15 juta-Rp20 juta untuk setahun. Itu bisa angka Rp115.500.000. Itu angka uang beneran apa uang apa itu?"
Meski kecewa, Endang tetap berusaha menempuh jalur baik-baik.
Ia sempat menawar denda, tapi kuasa hukum Vidio menyebut hanya menjalankan tugas.
"Ya sudah kalau begitu nanti saya pikirkan saya akan konsultasi sama anak-anak dan keluarga, nanti dari kami akan bersurat ke direktur Vidio.com."
Endang berharap pihak Vidio maupun pemerintah bisa bijak.
"Harapan saya kepada Bapak Kepala Direktur Vidio.com untuk kasus yang saat ini lagi marak, mungkin kalau saya salah ngomong mohon maaf, kurang masuk di akal."
"Mohon dipertimbangkan juga, minta bantuan karena kemarin juga saya lihat di tayangan TV peristiwa di Aceh itu akhirnya ada penyelesaian berkat bantuan dari Bapak Menteri juga."
Ia menambahkan, "Harapan saya juga mungkin dari pihak pemerintah atau pemerintah setempat ada pengayoman kepada warung-warung pengusaha kecil termasuk seperti saya ini. Mohon seenggaknya ada perhatian begitu."
Berita Terkait
Kasus somasi dan denda ratusan juta rupiah kepada pelaku UMKM yang menyiarkan siaran sepak bola dianggap berbagai kalangan sebagai upaya pemalakan dan pemerasan.
Pihak Vidio.com dianggap tidak melakukan penelusuran lebih mendalam terkait UMKM tanpa lisensi yang menyiarkan pertandingan sepakbola Liga Inggris.
Peringatan awal tidak dilakukan pihak Vidio.com, namun langsung dikeluarkan surat somasi dan denda yang terbilang memberatkan para pelaku UMKM.
Kuasa hukum Indonesia Entertainment Group (IEG), Ebenezer Ginting dari Ginting & Associates Law Office menegaskan bahwa konten Liga Inggris hanya boleh ditayangkan secara pribadi di rumah.
Jika digunakan di ruang usaha di antaranya kafe, bar, atau tempat komersial lain diperlukan lisensi khusus.
“Klien kami adalah pemegang lisensi eksklusif Liga Inggris."
"Artinya, masyarakat boleh menikmati di rumah secara privat."
"Tapi kalau dipakai sebagai ikon usaha seperti nonton bareng atau diputar di zona komersial, itu melanggar."
"Ada lisensi khusus yang harus dibayarkan,” kata Ebenezer, di Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (25/8/2025).
Baca juga: Hotel Protes Ditagih Royalti Padahal Pakai Suara Burung Asli, LMKN: Bilang Kalau Tak Pakai Musik
Dia menambahkan, pelanggaran hak cipta tidak bergantung pada ada-tidaknya tiket.
“Terlepas ada ticketing atau tidak, selama memutar Liga Inggris di zona komersial, unsur sengaja maupun tidak, itu sudah melanggar undang-undang,” tegasnya.
Menurut catatan IEG, saat ini ada sekira 100 laporan polisi (LP) terkait pelanggaran hak siar di berbagai daerah Indonesia.
Di Jawa Tengah, jumlahnya sekira 10 kasus.
Sebagian sudah selesai lewat jalur mediasi.
Sementara lima hingga enam kasus lain masih berproses.
“Pelaku usahanya macam-macam."
"Ada UMKM, ada juga menengah ke atas."
"Kopi shop, bar, dan lainnya."
"Jadi bukan hanya usaha kecil yang kena, semua lapisan bisa,” jelas Ebenezer.
Pihak IEG, kata Ebenezer, tetap mengedepankan edukasi dan sosialisasi.
Namun bila pelanggaran terus terjadi, langkah hukum tetap ditempuh.
“Semangat kami bukan hanya penindakan, tapi juga anti pembajakan."
"Kalau tidak ada yang membeli lisensi, masyarakat Indonesia bisa-bisa tidak bisa lagi menonton Liga Inggris,” ujarnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com