Persidangan ini dipimpin oleh majelis hakim Dyan Martha Budhinugraeny sebagai hakim ketua dan Sihabudin serta Yeni Wahyuni sebagai hakim anggota.
Sementara itu, JPU Aria Perkasa Utama yang ditemui usai sidang, membantah pengakuan Annar.
Ia juga menyatakan bahwa nama penghubung yang disebut oleh terdakwa tidak terdaftar sebagai pegawai kejaksaan.
"Itu tidak benar, tidak ada yang seperti itu. Adapun nama yang disebut sebagai penghubung bukan pegawai kejaksaan dan tidak ada nama seperti itu di kejaksaan," kata Aria.
Baca juga: Terungkap Uang Palsu UIN Alauddin Makassar Disumbangkan ke Anak Yatim, Andi Ibrahim Disemprot Hakim
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi pun membantah.
Ia justru meminta terdakwa menyerahkan bukti jika tudingan itu benar.
“Kalau punya bukti pemerasan silakan dilaporkan agar diproses. Di kejaksaan ada bidang pengawasan yang dapat melakukan tindakan apabila ada pegawai atau jaksa melakukan perbuatan tercela,” kata Soetarmi.
Menurut Soetarmi, jika praktik suap benar terjadi, tuntutan terhadap Annar tidak akan mencapai delapan tahun penjara.
“Kalau pun dia terdakwa (Annar) punya bukti bawa ke kami. Kami secara tegas oknum jaksa itu akan diperiksa oleh pengawas internal. Ini tentunya untuk menjaga kredibilitas lembaga negara,” ujarnya.
Diketahui, kasus pembuatan dan peredaran uang palsu ini terungkap pada Desember 2024 dan menggegerkan publik.
Sebab, uang palsu ini diproduksi di area Kampus 2 UIN Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa, dan diperkirakan mencetak hingga triliunan rupiah.
Produksinya menggunakan mesin canggih dari Tiongkok yang hasilnya nyaris sempurna, bahkan mampu lolos dari mesin hitung uang dan deteksi sinar-X.
Ada 15 terdakwa dalam kasus ini.
Mereka adalah Ambo Ala, Jhon Bliater Panjaitan, Muhammad Syahruna, Andi Ibrahim (kepala perpustakaan UIN Alauddin Makassar).
Lalu, Mubin Nasir (staf honorer UIN Alauddin Makassar), Sattariah, Andi Haeruddin (pegawai bank BRI), Irfandi (pegawai bank BNI), Sri Wahyudi.