Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Mengenang Ucapan Gus Dur soal DPR hingga Polisi, Mantan Presiden yang Pernah Bekukan DPR

Mantan Presiden RI, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid memiliki cerita yang menjadi sejarah pada masa kepemimpinannya silam saat bergesekan dengan DPR.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS/AGUS SUSANTO
MENGENANG GUS DUR - Sosok Gus Dur yang pernah menjabat sebagai Presiden RI itu ternyata pernah membekukan DPR MPR dan polisi bohong. Inilah kenangan bersejarah tentang hidupnya. 

TRIBUNJATIM.COM - Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ternyata pernah berkonflik tegang dengan anggota DPR/MPR.

Di masa pemerintahannya dulu, konflik politik terjadi dengan DPR/MPR dan sang presiden.

Hanyalah Gus Dur, Presiden RI yang mencetak sejarah mengeluarkan aturan ingin membubarkan DPR/MPR.

Namun, aksi tersebut akhirnya tidak pernah terkabul karena keterikatan dengan undang-undang.

Mari kita sedikit mengenang cerita Gus Dur seperti dikutip TribunJatim.com dari Serambinews.com, Selasa (2/9/2025).

Presiden yang berseteru dengan DPR/MPR

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI ke-4 sejak 20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001.

Pemerintahannya sering diwarnai konflik politik dengan DPR/MPR. 

Banyak kebijakannya dianggap kontroversial, mulai dari pencabutan larangan terhadap Tionghoa hingga kebijakan desentralisasi.

DPR ketika itu menganggap Gus Dur terlalu sering mengambil keputusan sepihak. 

Sementara Gus Dur menilai DPR kerap menghambat jalannya pemerintahan.

Di setiap pertemuan, presiden keempat Republik Indonesia tersebut acap melemparkan guyonan atau lawakan.

Namun para anggota dewan terhormat tak terima ketika Gus Dur berseloroh di ujung penjelasan tentang pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, pada Sidang Paripurna DPR, 18 November 1999.

Baca juga: Sempat Ramai Disebut Tewas Gegara Demonstrasi, Ternyata AKP Darkun Masih Dirawat, Dijenguk Prabowo

Gus Dus mengatakan bahwa DPR tak ubah seperti Taman Kanak-Kanak (TK).

“Keterangan saya tidak begitu dipahami, karena memang enggak jelas bedanya antara DPR dan Taman Kanak-Kanak,” ujar Gus Dur, dan langsung panen protes dan interupsi.

Selorohan Gus Dur, DPR dan TK memang menuai polemik. 

Sebagian anggota DPR bersikeras sang presiden menarik ucapannya, namun sebagian lagi menganggap humor semata.

Ucapan itu bukan sekadar sindiran, melainkan kritik tajam terhadap cara DPR menjalankan tugasnya yang lebih sering berdebat kusir, sibuk dengan kepentingan politik, dan kurang fokus pada kepentingan rakyat.

Gus Dur menggunakan gaya bahasa humor dan satir, sesuatu yang khas dari beliau.

Ramalan Gus Dur soal Prabowo bakal jadi Presiden dibantah oleh Yenny Wahid
Ramalan Gus Dur soal Prabowo bakal jadi Presiden dibantah oleh Yenny Wahid (Wartakotalive.com)

Sehari berselang, Gus Dur pun menjelaskan kata-kata kemarin tak bermaksud merendahkan DPR, sekadar becanda dan itu telah menjadi tradisi kiai-kiai pondok pesantren.

“Kepada Pak Joko, ajudan saya, tadi saya sampaikan (seusai pidato di DPR), orang pondok itu kalau pidato sampai kepruk-keprukan (berselisih), maka orang pondok itu bercanda saja, biar tidak sampai bertengkar,” ungkap Gus Dur, dikutip Kompas, 19 November 1999.

Puncak konflik Gus Dur vs DPR terjadi pada malam 22 Juli 2001, suasana politik Indonesia sedang mendidih.

Hubungan antara Presiden Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur, dengan DPR/MPR sudah berada di titik nadir. 

Isu dugaan penyalahgunaan dana Bulog (Buloggate) dan sumbangan dari Sultan Brunei (Bruneigate) dijadikan alasan politik untuk mendesak pencopotannya. 

Panitia Khusus DPR pernah melaporkan Gus Dur atas dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog sebesar 4 juta dollar AS. 

Gus Dur juga disebut memakai dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS. 

Gus Dur akhirnya dianggap melanggar Pasal 9 UUD 19455 megenai sumpah jabatan dan Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN. 

Sehingga, para politisi di Senayan telah menyiapkan Sidang Istimewa yang bisa menjadi akhir dari kekuasaan Gus Dur.

Menjelang dini hari, tepat sekitar pukul 01.00 WIB, Gus Dur yang tidak menghendaki Sidang Istimewa MPR membuat keputusan besar.

Dari Istana Negara, ia mengumumkan sebuah Dekrit Presiden. 

Isinya tegas: membekukan DPR dan MPR, mengembalikan kedaulatan kepada rakyat dengan rencana pemilu dalam waktu satu tahun, serta menyelamatkan reformasi dan demokrasi. 

Dalam keyakinannya, dekrit itu adalah jalan untuk menyelamatkan bangsa dari kebuntuan politik.

Baca juga: Pemandangan Tak Lazim, Kantor Samsat Lamongan Tutup Papan Nama Tiga Hari, Layanan Tetap Buka

Dalam Dekrit Presiden 23 Juli 2001, Gus Dur menunjukkan bahwa ia tidak mengakui pelanggaran yang dituduhkan MPR. 

Ia juga menolak Sidang Istimewa MPR Terdapat tiga poin dalam dekrit tersebut, yaitu: 

1. Membekukan MPR dan DPR 

2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun 

3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan MA.

Namun pagi itu, ibarat bola salju, situasi berubah semakin cepat. 

DPR dan MPR menolak mentah-mentah langkah Gus Dur

Ketua MPR, Amien Rais, dengan sigap mengumumkan penyelenggaraan Sidang Istimewa pada hari yang sama. 

Bagi sebagian besar politisi, tindakan Gus Dur dinilai tidak konstitusional karena UUD 1945 tidak memberi kewenangan Presiden untuk membubarkan DPR.

Siang hari, 23 Juli 2001, Gedung MPR/DPR Senayan menjadi panggung sejarah. 

Sidang Istimewa dimulai dengan suasana penuh ketegangan. 

Hampir semua fraksi sepakat mencabut mandat Gus Dur. Dan sekitar pukul 13.00 WIB, keputusan itu resmi diambil: Abdurrahman Wahid diberhentikan dari jabatannya sebagai Presiden RI ke-4.

Tidak lama berselang, Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden RI ke-5. 

Foto Gus Dur semasa hidup.
Foto Gus Dur semasa hidup. (KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Ucapannya soal polisi kembali viral

Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid memang dikenal dengan ucapannya yang kerap menuai sorotan.

Gus Dur pernah bicara terkait polisi yang kemudian ramai diperbincangkan kala itu.

Ucapan Gus Dur tersebut lantas kembali lagi viral setelah kasus soal Affan Kurniawan mencuat.

Pengemudi ojol Affan Kurniawan yang tewas ditindas mobil rantis Brimob itu memicu kemarahan massal.

Hingga akhirnya di media sosial, netizen ramai menyinggung kembali ucapan Gus Dur soal polisi.

Baca juga: Lisa Mariana Naik Ojol Demi ke Lokasi Demo, Hampir Jatuh usai Nyaris Kena Gas Air Mata

Ucapan itu sebenarnya adalah candaan yang dilontarkan Gus Dur saat sedang berbincang santai dengan wartawan di rumahnya, kawasan Ciganjur, pada 2008 tentang moralitas polisi yang dipertanyakan.

Merespons hal itu, Gus Dur berseloroh,

"Polisi yang jujur itu cuma tiga. Pak Hoegeng almarhum bekas Kapolri, patung polisi, dan polisi tidur."

"Bener kata Pak Gus Dur," cuit salah seorang netizen.

Netizen di X atau Twitter akhirnya berbondong menanggapi dan mengaitkannya dengan sikap Polri saat ini.

Terlebih setelah ramai sorotan soal nasib Affan Kurniawan yang tewas karena dilindas.

"Ngeliat kelakuan isilop [polisi] yang makin-makin, setuju banget sama pernyataan Gus Dur," cuit netizen lainnya.

 

 

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved