Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pilu 1 Keluarga Hidup di Gubuk Reyot Tanpa Listrik, Makan dari Berkebun, Berharap Bantuan Pemerintah

Ternyata tidak semua warga Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Sukabumi, menerima pasokan listrik.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Tribun Jabar/M Rizal Jalaludin
HIDUP TANPA LISTRIK - Teti saat memasak pakai tungku di gubuk reyot yang ia huni bersama suami dan anaknya di tengah kebun di Desa Tenjojaya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 

TRIBUNJATIM.COM - Di tahun 2025, ternyata masih ada warga yang hidup tanpa menikmati aliran listrik di rumah mereka.

Ternyata tidak semua warga Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Sukabumi, menerima pasokan listrik dari pemerintah.

Hal itu dialami pasangan suami istri Misjo dan Teti, yang tinggal di sebuah gubuk sederhana di tengah kebun di Desa Tenjojaya, Kecamatan Cibadak.

Baca juga: Kesal Kostum Iron Man Karyanya Dituding Hasil Jarah Rumah Sahroni, Eko Purnomo: Foto Saya Dicuri

Gubuk reyot dengan bilik bambu tersebut sehari-hari hanya diterangi cahaya redup lampu minyak tanah saat malam.

Untuk memasak, Teti harus berhadapan dengan asap pekat dari tungku kayu bakar karena tak memiliki kompor gas.

"Ceritanya tinggal di sini ngebon, terus tanam singkong, enggak ada lagi," ujar Misjo, dikutip dari Tribun Jabar, Rabu (3/9/2025).

"Di sini bertiga (dengan satu anak), dulu rumah di atas, sekarang tinggal di sini sambil ngebun," lanjutnya.

Misjo mengaku sudah tiga tahun menempati gubuk tersebut.

Untuk bertahan hidup, ia menggarap kebun dengan sistem tumpang sari.

Meski kondisi serba terbatas, ia berusaha tetap bersyukur dan menampilkan wajah ceria.

Sang istri, Teti, mengungkapkan keinginannya agar rumah mereka bisa dialiri listrik.

Ia juga sempat mendapat tawaran untuk tinggal bersama ibunya di Kampung Sampay.

Namun, Teti memilih tetap mendampingi suaminya di kebun.

"Pengin punya lampu. Kalau di sini kan enggak punya, gelap-gelapan," kata Teti.

Selain listrik, keluarga kecil ini berharap bisa mendapat bantuan dari pemerintah agar dapat menempati rumah yang lebih layak kondisinya.

Di Jawa Timur, seorang nenek benama Sulasmi (62) hidup sebatang kara di rumah kumuh yang halamannya dipenuhi sampah.

Rumah kumuh yang dibangun di atas tanah sewa tersebut terletak di Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang.

Untuk masuk ke rumah Sulasmi, perlu melewati jalan sempit di samping rumah warga.

Pantauan Kompas.com, Jumat (29/8/2025), rumah Sulasmi tampak berantakan dengan berbagai perabot rumah yang berada dalam satu tempat yang sama.

Kamar mandi berada di bagian dalam rumah, menjadi satu dengan ruang utama dan tempat tidur.

Setiap tahun, ia wajib membayar sewa tanah sebesar Rp600.000.

"Dulu (harga sewa) Rp400.000, tapi sekarang jadi Rp600.000 satu tahun," kata Sulasmi, saat ditemui Kompas.com di tempat tinggalnya, Jumat (29/8/2025).

Baca juga: Kades Gagal Bayar Utang Rp1,8 M usai Sertifikatkan Tanah Kas Desa, Kini Aset Terancam Dilelang

Meski hidup sebatang kara, dan tidak memiliki penghasilan tetap, namanya tak masuk dalam kategori warga miskin penerima bantuan sosial.

Ia tak pernah mendapat perhatian dari pemerintah berupa bantuan untuk memenuhi kehidupannya agar layak.

Setiap bulan, Sulasmi hanya menerima bantuan dari Kepala Desa, perangkat desa ataupun warga dan tetangga yang peduli.

"Bantuan pemerintah enggak pernah dapat. Yang sering ngasih ya Pak Lurah, tapi bukan bantuan dari pemerintah," ungkapnya.

Sulasmi menuturkan, meskipun memiliki tujuh cucu dari dua anak, selama belasan tahun ini, dia tinggal sendiri.

Kedua anaknya tinggal dan bekerja di luar kota.

TAK DAPAT BANSOS - Kondisi tempat tinggal Mbah Sulasmi (62),di Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sulasmi hidup sebatang kara dan mengalami gangguan penglihatan sejak 15 tahun lalu.
Kondisi tempat tinggal Mbah Sulasmi (62),di Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sulasmi hidup sebatang kara dan mengalami gangguan penglihatan sejak 15 tahun lalu. (KOMPAS.COM/MOH SYAFIÍ)

Kondisi Sulasmi yang tak pernah mendapatkan bantuan pemerintah dalam skema bantuan sosial (Bansos), juga dibenarkan Kepala Desa Kepatihan, Erwin Pribadi.

"Bu Sulasmi sudah tinggal di sini selama puluhan tahun. Memang benar, selama ini tidak menerima Bansos pemerintah dan tidak masuk sebagai penerima manfaat Bansos," katanya.

Baca juga: Anggaran Khusus untuk Bupati Disebut Capai Rp100 M Viral di Media Sosial, Pemkab Angkat Bicara

Ia menyatakan, Sulasmi sering diusulkan untuk bantuan sosial, tetapi sistem selalu menempatkannya dalam kategori yang tidak memenuhi syarat.

Sulasmi, jelas Erwin, sudah diusulkan sebagai penerima manfaat pada kategori Desil 1 dalam sistem Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

Kategori Desil 1 dalam DTSEN, kelompok 10 persen rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terendah, yang sering kali masuk dalam kategori miskin ekstrem.

"Terakhir kami usulkan untuk masuk Kategori Desil 1 dalam sistem Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN)."

"Tetapi oleh sistem, ternyata masuk Desil 4," kata Erwin.

"Akhirnya ya sampai sekarang belum bisa menjadi penerima manfaat dari program-program bantuan sosial dari pemerintah," lanjut dia.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved