Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisah Nizar Lulusan SMA yang Jadi Bos Mebel Sukses, Dalam Sebulan Bisa Jual 40 Ribu Lemari

Inilah kisah sukses Nizar Bawazier, lulusan SMA yang jadi bos mebel sukses.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
dok Niza Bawazier - Importa Furniture
KISAH SUKSES - Sosok Niza Bawazier pengusaha mebel asal Temanggung, Jawa Tengah nekat tak melanjutkan kuliah demi bangun usaha hingga kini sukses besar dengan brand Importa. 

TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah sukses Nizar Bawazier, lulusan SMA yang jadi bos mebel sukses.

Nizar adalah pemuda asal Temanggung, Jawa Tengah.

Ia nekat memilih jalan sebagai pengusaha mebel daripada melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi pada 2003 silam.

Kala itu, Nizar memilih untuk menghidupkan toko mebel milik orangtuanya.

Saat itu, ia bukan mendapatkan toko mebel dengan pangsa pasar yang luas.

Justru, saat pertama kali mengembangkan toko mebel, ia hanya sebatas mendapatkan kepercayaan untuk mengelolanya.

“Kalau mau kerja, tak silihi toko neng (kalau mau bekerja tak pinjami toko) di Temanggung. Tapi ya minjemi, bukan ngasih," kata Nizar menirukan ucapan orang tuanya, Sabtu (8/9/2025).

Toko milik orangtuanya berada di kawasan MT Haryono, Temanggung, Jawa Tengah, dikutip dari Kompas.com.

Toko berukuran 8x12 meter itu menjadi awal ia berkecimpung di dunia mebel sekitar 2004.

Tanpa modal, ia hanya mengandalkan sistem konsinyasi, yakni dengan cara barang dititipkan dan dibayar setelah laku.

Cara ini diakui memiliki margin kecil, namun membutuhkan tenaga besar.

Kala itu, Nizar menyadari potensi sofa, lalu ia mulai memproduksi sendiri.

Namun, ia terkendala modal.

Nizar lalu memutar otak bagaimana untuk mendapatkan modal.

Saat itu, ia meminjam uang sebesar Rp 15 juta kepada kakaknya yang digunakan untuk menyewa gudang sekaligus memulai produksi sofa buatannya.

Baca juga: Kisah Sukses Petani di Bondowoso Budidaya Melon Pakai Teknologi Kontrol Panel Tenaga Surya

Setiap hari, ia keliling membawa 4-5 set sofa menggunakan mobil pickup ke Jogja, ke Semarang, dan ke toko-toko furniture lawas.

Ia ingat betul saat sofa-sofanya ludes hanya dalam satu hari.

"Jadi sales juga," kenangnya dengan tawa kecil.

Tak hanya berhenti di situ, Nizar lalu nekat untuk ikut terjun di dunia pameran.

Salah satu Event Organizer (EO) menawari space murah di Galeria Mall Yogyakarta, akhir 2004, seluas 10x10 meter dengan harga Rp 5 juta.

Momen itu juga menjadi titik balik.

Tak disangka, saat mengikuti pameran itu, produk buatannya digemari pelanggan di Yogyakarta.

Tidak hanya toko dan keliling, tapi juga pameran reguler di mall besar seperti Ambarukmo Plaza, Solo Square, hingga Java Mall Semarang.

"Lambat laun channel kemitraan mulai jalan. Malah sebagian besar omzet justru dari luar toko," kata Nizar.

Baca juga: Kisah Sukses Pak Seger di Banyuwangi, Dulu Sopir Kini Jadi Juragan Buah, Hanya Bermodal Rp 3 Juta

Nizar lalu mengumpulkan modal hasil penjualan.

Pada tahun 2009, Nizar memberanikan diri berangkat ke China.

Modal cekak, pengetahuan minim, tapi tekad besar.

Ia ingin melihat langsung pameran furniture terbesar di dunia.

Banyak pelajaran yang ia dapat dari sana.

"Yang penting berangkat dulu. Cah SMA modal wani wae (berani saja)," ujarnya.

Dari perjalanan itu, Nizar membangun sistem yang lebih baik dan merintis perusahaan yang kelak dikenal dengan nama Importa.

Pasar furniture kelas menengah bawah Indonesia saat itu didominasi produk partikel board.

Jamuran, rapuh, dan rayapan kerap menjadi persoalan saat itu.

Ia tahu, harus ada solusi.

Tahun 2017, ia memperkenalkan lemari pakaian berbahan besi sebagai solusi anti rayap dan anti jamur.

Saat itu, ia dicibir dan ditertawakan oleh rekan maupun pesaingnya.

"Aku bilang ini lemari masa depan. Awalnya sales kecil, lalu aku mulai printing pattern biar tampilannya beda. Lama-lama laku juga," kata CEO Importa itu.

Inovasi ini menjadi momentum besar karena produk buatannya mendapat respons positif dari pelanggan.

Target pasar kelas B dan C menyambut antusias.

Produknya kini jadi solusi di tengah minimnya pilihan berkualitas.

Hingga 2025, Importa punya lebih dari 4.500 mitra toko mebel di seluruh Indonesia, 3.500 di antaranya aktif repeat order.

Ia membangun sistem kemitraan yang bukan hanya jualan, tapi juga edukasi: pelatihan, digital marketing, dan pengembangan usaha kecil.

"Kami ingin toko-toko kecil bisa naik kelas. Bisa jualan produk berkualitas dengan margin sehat,” ungkap Nizar.

Baca juga: Kisah Sukses Pemuda Gresik Bisnis Sepatu Second Branded, Terjual Ratusan Pasang per Bulan: Anak Muda

Kini, targetnya bukan hanya Indonesia.

Tahun depan, ia menargetkan ekspansi ke Filipina, pasar yang menurutnya bisa ditangkap seperti Indonesia 10 tahun lalu.

"Mereka masih dominan partikel. Oleh karena itu, kami ingin menjadi pelopor lemari pakaian berbahan besi," katanya penuh semangat.

Selama 20 tahun lebih berbisnis, Nizar mengaku tak pernah ingkar janji kepada supplier.

Semua pembayaran tepat waktu.

Ia percaya, integritas adalah aset terbesar dalam bisnis.

"Saya gak pernah mblenjani janji. Itu yang saya jaga. Kalau orang sudah percaya, peluang akan datang sendiri,” tutur Nizar.

Nizar juga menanamkan nilai-nilai inti di perusahaannya: Brave, Enthusiast, Synergy, Integrity – atau singkatnya: BESI.

Kini, Importa diakui sebagai market leader di kategori lemari besi: dua kali masuk top brand.

Bahkan, dalam sebulan, mereka bisa menjual hampir 40.000 lemari pakaian.

"Saya yakin, pasar kita ini besar. Yang penting konsisten. Kalau nggak konsisten, gak akan dapat momentum,” tutup Nizar.

Kisah Inspiratif Lain

Eka Misnawati terlihat sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk suami dan dua anaknya.

Tangannya cekatan memotong setiap bahan masakan dan memasukkan bumbu dapur agar suami dan anak-anaknya bisa sarapan sebelum beraktivitas.

Usai sarapan, kedua anak Eka berangkat ke sekolah, sementara sang suami menuju tempat kerja di pabrik pengolahan sawit di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan.

Eka seperti ibu rumah tangga pada umumnya, kembali disibukkan dengan urusan rumah.

Namun, di sela-sela kesibukannya, Eka memiliki keterampilan khusus menjahit.

Ia kerap menerima pesanan dari warga di desanya, mulai dari membuat pakaian, seragam, hingga memperbaiki pakaian yang rusak.

"Kalau urusan rumah sudah selesai, biasanya siang saya mulai menjahit sampai sore," ujar Eka saat ditemui Kompas.com di Palembang, Kamis (11/9/2025).

Baca juga: Kisah Sukses Budidaya Lobster Air Tawar di Malang, Dari Kolam Rumah ke Pasar Nasional

Kemampuan menjahit ini membantu perekonomian keluarga, terutama untuk menambah penghasilan sang suami yang bekerja sebagai buruh pabrik sawit.

Dua tahun terakhir, Eka mendapat keterampilan baru yang tak kalah menjanjikan, yakni menganyam lidi sawit.

Melalui program Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan (KUEP) dari Yayasan Care Peduli (YCP), Eka bersama 30 perempuan di Desa Cipta Praja, Kecamatan Keluang, Muba, dilatih mengolah limbah sawit menjadi produk kerajinan bernilai ekonomis.

Di desa yang dikelilingi hamparan kebun sawit itu, limbah daun sawit yang sebelumnya hanya dibiarkan membusuk, kini dimanfaatkan agar bernilai ekonomis.

Daun tua dikupas untuk diambil lidinya, lalu dianginkan semalaman agar tetap lentur dan mudah dianyam.

"Kalau dijemur langsung, lidinya jadi keras dan susah dibentuk," ujar Eka.

Setiap 1 kilogram lidi sawit bisa diolah menjadi enam buah piring anyaman.

Satu piring biasanya dikerjakan dalam waktu sekitar 30 menit hingga satu jam, tergantung ukuran.

Produk anyaman Eka tak hanya berupa piring, tapi juga vas bunga dan hiasan lampu.

Harga jualnya bervariasi, antara Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per buah.

Produk-produk tersebut banyak dipesan untuk acara desa maupun keperluan perkantoran.

Hasil penjualan kerajinan akan dikumpulkan dalam kelompok, lalu dibagikan setiap akhir tahun.

Namun, bagi perajin yang menganyam langsung, mereka menerima 50 persen dari harga jual produk secara langsung.

"Alhamdulillah, tanpa modal besar kami bisa memanfaatkan limbah jadi penghasilan. Hasilnya bisa bantu suami untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan dapur," ujar Eka.

Ia biasanya menganyam setelah Maghrib, usai menyelesaikan pesanan jahitan.

Dalam sehari, Eka bisa menghasilkan hingga enam buah kerajinan.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved