Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Imbas Desa Jadi Agunan Bank & Dilelang, Warga Terancam Diusir dari Tanah Miliknya: Merugikan

Warga tiga desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terancam terusir dari tanah kelahiran mereka.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/PUTRA RAMADHANI ASTYAWAN
DESA TERANCAM DILELANG - Penampakan 11 rumah warga di Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor yang dijadikan jaminan bank. Suasana jalan dengan latar belakang gunung batu di wilayah Desa Sukaharja. 

TRIBUNJATIM.COM - Warga tiga desa di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terancam terusir dari tanah kelahiran mereka.

Tiga desa tersebut ialah Sukawangi, Sukamulya, dan Sukaharja, yang saat ini menjadi perhatian publik.

Desa Sukawangi masuk dalam kawasan hutan berdasarkan SK Kementerian Kehutanan 2014.

Baca juga: Tangis Siswa Sekolah Hendak Ditutup Disdik, Guru Kaget: Kayak Perjuangan Kami Ini Tidak Dihargai

Sementara itu, dua desa lainnya, Sukamulya dan Sukaharja, lahannya menjadi sitaan terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Lee Darmawan alias Lee Chin Kiat.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pun turun langsung menemui perwakilan warga dari tiga desa terdampak.

Dedi memastikan, dirinya telah memahami keresahan dan permasalahan yang dihadapi warga ketiga desa tersebut.

Ia menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan mendampingi warga.

"Semoga dalam waktu tidak terlalu lama, ada langkah-langkah taktis yang dibuat. Seluruh warga tenang saja, Gubernur bersama rakyat," ucap Dedi dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (24/9/2025), melansir Kompas.com.

Persoalan status tiga desa ini sebelumnya ramai diberitakan setelah diungkap Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT), Yandri Susanto, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Selasa (16/9/2025).

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Jabar, Ade Afriandi, menjelaskan akar masalah dua desa bermula dari sengketa lahan sitaan BLBI.

Berdasarkan dokumen Desa Sukaharja, pada 1983, Lee Darmawan yang menjabat Direktur PT Bank Perkembangan Asia memberikan pinjaman Rp850 juta kepada PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu.

Pinjaman ini dijaminkan dengan tanah adat seluas 406 hektar di Desa Sukaharja yang berbatasan langsung dengan Sukawangi.

"Tahun 1991, terdapat Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara No 1622 K/PID/1991, turunan dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam No 56Pid/B/1990/PN.JKT.BAR tentang Pidana Korupsi Tersangka Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, dan menyita lahan agunan PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Tetapi luas tanah yang disita bertambah semula 406 hektar menjadi 445 hektar," katanya.

Tiga tahun kemudian, eksekusi dilakukan oleh Satgas Gabungan BI dan Kejagung.

Namun, hasil verifikasi di lapangan hanya menemukan sekitar 80 hektar.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat ditemui di Kampus UIN Sunan Gunung Jati, Jalan AH Nasution, Kota Bandung, Selasa (23/9/2025).
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat ditemui di Kampus UIN Sunan Gunung Jati, Jalan AH Nasution, Kota Bandung, Selasa (23/9/2025). (Kompas.com/Faqih Rohman Syafei)

Sebab masyarakat mengaku tidak pernah benar-benar menjual tanah mereka.

"Warga baru menerima tanda jadi, sementara nama penjual pun tidak dikenal," ucap Ade.

Ade menambahkan, persoalan kembali mencuat pada periode 2019-2022 saat Satgas BLBI bersama BPN mengeklaim 445 hektar lahan sitaan Lee Darmawan.

Semua proses administrasi tanah, mulai dari sertifikasi hingga pembayaran pajak, diblokir tanpa mengindahkan hasil verifikasi 1994 yang dilaporkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Ia menilai, perbedaan angka luasan lahan agunan dengan sitaan menambah kejanggalan.

"Selain itu, luas lahan yang diagunkan awalnya 406 hektar, tapi dalam putusan kasus BLBI berubah jadi 450 hektar," katanya.

Baca juga: Effendi Kerja Serabutan Demi Tutupi Hasil Panen yang Gagal: Kalau Dikatakan Sejahtera Ya Belum

Selain masalah BLBI, Ade juga menyoroti penetapan Desa Sukawangi sebagai kawasan hutan melalui SK Kementerian Kehutanan 2014.

Penetapan ini dinilai ganjil karena mencakup seluruh wilayah desa, termasuk fasilitas umum seperti kantor desa, jalan, dan masjid.

"Karena diarsir semua wilayah. Jadi akhirnya, termasuk kantor desa, jalan, masjid, itu dianggap harus dihutankan lagi," ucapnya.

Ia menegaskan, SK tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, ia menilai persoalan tiga desa ini perlu ditelusuri ulang secara historis dan kronologi, baik dari Kementerian Kehutanan maupun dari kasus BLBI.

"Kami juga perlu historis-kronologis dari Kementerian Kehutanan. Nah, itu yang Sukawangi."

"Kemudian yang BLBI karena BLBI ini kan sudah di pengadilan. Pertama memang tetap historis-kronologinya harus kami lengkapi," pungkas Ade.

Sementara itu, Kepala Seksi Pemerintahan (Kasipem) Desa Sukamulya, Agus Salim, membantah desanya akan dilelang oleh pemerintah.

"Bukan satu desa yang dilelang, tetapi ada lima blok tanah. Tanah itu aset dari Lee Darmawan yang disita Tim PPA (Pusat Pemulihan Aset) Kejaksaan Agung," kata Agus di Desa Sukamulya, Selasa (23/9/2025), dikutip dari Warta Kota.

Agus menjelaskan, Lee Darmawan membeli tanah dari masyarakat melalui perantara seorang koordinator.

"Awalnya mereka belanja (membeli tanah-red) di Sukaharja, lalu meluas hingga Sukamulya," bebernya.

Penyitaan aset yang dilakukan pada tahun 2019 tersebut berdampak pada warga Desa Sukamulya.

"Kita semua kena dampak. Sejak 2019, satu desa kita diblokir oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk pelayanan pertanahan kepada masyarakat," ujar Agus.

Dia menambahkan, kasus ini membuat masyarakat Desa Sukamulya tidak bisa mengurus surat-surat legalitas tanah.

"Warga kami tidak bisa mengurus sertifikat untuk program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) dari pemerintah," papar Agus.

Baca juga: Terlilit Utang Rp70 Juta, Suami Bunuh Istri & Anak Lalu Beli Obat Sejenis Morfin di Apotek

Menurutnya, pemblokiran status tanah ini sangat merugikan masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikat.

"Kita sudah berjuang bersama pemerintah kecamatan dan kabupaten serta DPRD agar tidak semua status tanah di Desa Sukamulya diblokir," imbuhnya.

Dia meminta agar dokumen tanah yang diblokir cukup lokasi tanah bermasalah yang dipasang plang.

"Berdasarkan catatan dari Tim PPA Kejaksaan Agung, ada 370 hektar lahan yang disita dalam perkara ini. Akan tetapi berdasarkan dokumen awal yang saya tahu, hanya 350 hektar," tandas Agus.

SITA ASET - Kepala Seksi Pemerintahan Desa Sukamulya, Agus Salim, saat ditemui di Kantor Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (23/9/2025). Pihaknya membantah desanya bakal disita dan dilelang imbas kasus korupsi yang menyeret direktur bank.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Sukamulya, Agus Salim, saat ditemui di Kantor Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (23/9/2025). Pihaknya membantah desanya bakal disita dan dilelang imbas kasus korupsi yang menyeret direktur bank. (Warta Kota/Hironimus Rama)
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved