Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan Nenek 95 Tahun Dirantai Anak dan Cucu di Pohon, Polisi Sebut Bukan Penyiksaan

Tengah viral di media sosial video nenek dirantai anaknya dan berujung kritik dari warganet.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Facebook Syah Rizal
NENEK DIRANTAI DI KOTA PALU - Tangkapan layar nenek berusia 95 tahun yang sempat viral karena dirantai di pohon oleh keluarganya di Jalan Tolambu, Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, kini sudah kembali ke rumah dalam kondisi sehat dan dirawat dengan baik. 

TRIBUNJATIM.COM - Tengah viral di media sosial video nenek dirantai anaknya dan berujung kritik dari warganet.

Narasi dalam video seolah si anak kejam.

Namun, fakta sebenarnya peristiwa yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah ini terungkap.

Nenek itu diketahui berinisial S dan berusia 95 tahun.

Dalam video nenek itu tampak dirantai di pohon, di Jalan Tolambu, Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu.

Kapolresta Palu, Kombes Pol Deny Abrahams, melalui Kapolsek Palu Barat, Iptu Makmur Johan, memberikan klarifikasi terkait video yang viral di media sosial tersebut.

Iptu Makmur Johan menegaskan tindakan tersebut bukanlah bentuk penyiksaan dari pihak keluarga.

Pemasangan rantai itu, menurut polisi, adalah langkah preventif yang terpaksa diambil.

"Perlu kami sampaikan, nenek berinisial S (95) memang mengalami demensia sejak lama. Keluarga terpaksa memasang rantai di kaki agar beliau tidak pergi terlalu jauh dan menghilang. Bukan untuk menyiksa, tetapi sebagai upaya menjaga keselamatan," jelas Iptu Makmur Johan saat ditemui Rabu (1/10/2025) malam, seperti dikutip dari TribunPalu.

Nenek berinisial S diketahui menderita demensia cukup berat sejak lama.

Akibat kondisinya, nenek S memiliki riwayat sering pergi tanpa arah dari rumah.

Baca juga: Warga Prihatin Mbah Sami di Jember Telantar dan Seolah Tak Ingin Hidup, Idap Demensia

Keluarga bahkan menyebut S pernah hilang dan tidak ditemukan selama satu minggu penuh.

Karena kekhawatiran itu, anak kandungnya, H (65), meminta cucunya RI (30) untuk memasang rantai.

Rantai yang dipasang di kaki kiri S memiliki panjang sekitar 20 meter.

Tujuannya agar S tetap bisa bergerak di sekitar halaman rumah, namun tidak sampai tersesat jauh.

"Anak kandungnya, H (65), meminta cucunya RI (30) untuk memasang rantai di kaki sebelah kiri sang nenek. Panjang rantai sekitar 20 meter agar beliau tetap bisa bergerak di sekitar halaman rumah, namun tidak sampai tersesat," terang Iptu Makmur Johan.

Kapolsek menyebut, narasi di media sosial telah mem-framing keluarga seolah berlaku kejam.

Padahal, keluarga justru berusaha keras menjaga keselamatan sang nenek.

"Framing di media sosial membuat keluarga seolah berlaku kejam, padahal justru sedang berusaha menjaga keselamatan nenek S sering meninggalkan rumah tanpa arah karena kondisi kesehatannya," kata Kapolsek.

Baca juga: Pria Tak Menyesal Berhenti Jadi Pengusaha Demi Rawat Ibu Idap Demensia, Ikhlas Jika Tak Bisa Menikah

Polisi memastikan, nenek S saat ini sudah tidak lagi dirantai.

Korban telah kembali ke rumah anaknya, dirawat dalam kondisi sehat dan berada dalam pengawasan.

Pihak kepolisian mengimbau masyarakat agar bijak dan tidak mudah terprovokasi oleh unggahan yang belum jelas konteks dan kebenarannya.

Memang, merawat orang tua yang demensia menjadi tantangan sendiri bagi seorang anak, salah satunya karena kerap menyampaikan keinginan yang tidak masuk akal. 

Misalnya, meminta untuk pulang padahal ia berada di rumah. Hal ini kerap membuat bingung anak yang menjaganya karena orangtua terus-terusan meminta pulang. 

Lalu, bagaimana cara menghadapi orang tua demensia yang sering minta pulang?

"Jika orangtua yang demensia meminta permintaan yang tidak masuk akal, maka jangan dibantah," ujar spesialis geriatri Dr. dr. Czeresna Heriawan Soedjono, SpPD-K.Ger belum lama ini, melansir dari Kompas.com.


Terkadang, sebagian orang merespons dengan bertanya mau pulang ke mana dan orang tua terus-terusan menjawab ingin pulang. Hal tersebut bisa memancing emosi tidak baik di antara keduanya. 

Hal serupa juga bisa terjadi sebagai respons permintaan "aneh" lainnya.

"Sebagai keluarga yang menghadapi orang tua yang demensia harus tenang dan bisa mengakomodasi dengan baik, hal itu baik bagi orang tua yang sakit," ujarnya. 

Sehingga, daripada berujung pada berdebat, lebih baik mengalihkan perhatiannya agar lupa tentang keinginan anehnya tersebut. 

"Oh iya eyang mau pulang ya, kita panggil taksi dulu ya. Sementara panggil eyang minum teh dulu yuk, kita ke ruang makan bikin teh dulu sambil nunggu taksi," jelas Czeresna.

Sehingga, orangtua merasa tenang tetapi kita karena tidak dibantah. Namun, kita tetap bisa mengalihkan perhatiannya. 

Lalu, kita dapat terus mengajaknya untuk berbicara dan melakukan kegiatan lain hingga lupa akan keinginannya untuk pulang. 

Lantas, apakah demensia berbahaya?

Menurut spesialis geriatri Dr. dr. Czeresna Heriawan Soedjono, SpPD-K.Ger, demensia bukan penyakit yang dapat menyebabkan kematian mendadak. 

"Jika yang dimaksud berbahaya adalah menyebabkan kematian mendadak, cacat mendadak, dan kegawatdaruratan. Maka, dimensia tidak," tangkas Czeresna. 

Meskipun demikian, demensia dapat menyebabkan penderitanya dalam kondisi penyulit. Kondisi penyulit inilah yang dapat menyebabkan bahaya. 

Pertama, ketika mengalami demensia, penderitanya mungkin tidak lagi memerhatikan kebersihan diri sehingga rentan terkena infeksi.

"Orang yang menderita dimensia terkadang tidak mau mandi dan tidak mau makan, menyebabkan kondisinya jadi kurang bersih dan tidak sehat," ujarnya.

Jika lansia sulit makan, sulit mandi, dan sulit minum obat, infeksi bisa sulit diobati. 

Baca juga: Tangis Ibu Sumi Dibawa ke Panti Jompo setelah Bertahun-tahun Telantar di Jalan, Rambut Menggimbal

Kondisi pikun juga dapat mengakibatkan lansia minum terburu-buru, sehingga tersedak. 

"Tersedak dapat mengakibatkan infeksi paru, sesak napas, dan mengakibatkan kondisi gawat darurat," ujarnya. 

Sehingga, kondisi pikun atau dimensia sendiri tidak mengakibatkan bahaya secara langsung. 

Namun, kondisi penyulit akibat pikun iniah yang dapat menempatkan lansia dalam posisi bahaya.

Sehingga, lansia yang menderita demensia lebih baik terus didampingi untuk menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved