Berita Viral
Siswi SMAN Dilarang Ikut Ujian Gegara Belum Bayar Uang Komite Rp40 Ribu, Ibu Nangis: Sudah Memohon
Siswi tersebut dilarang ikut ujian hanya karena belum membayar uang komite sebesar Rp40 ribu per bulan.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Pengakuan seorang siswi kelas X SMAN 1 Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS), viral di media sosial.
Ia dilarang ikut ujian hanya karena belum membayar uang komite sebesar Rp40 ribu per bulan.
Kisah ini mencuat setelah diunggah akun @rumpi_gosip di Instagram pada Rabu (8/10/2025).
Dalam video yang dibagikan, sang ibu, Hasmidar Harefa, menangis menceritakan perjuangannya agar anaknya bisa terus sekolah meski kondisi ekonomi pas-pasan.
Ia bekerja di sebuah rumah makan dan mengaku belum sempat melunasi uang komite sekolah.
"Bukan tidak dibayar, kalau boleh dibantu saya cicil," kata Hasmidar dalam video yang diunggah akun tersebut.
"Dan anak saya sudah memohon kepada wali kelasnya, saat ibunya gajian nanti dilunasi," lanjutnya, melansir Tribun Jateng.
Namun, permintaan tersebut tak digubris.
Sang anak justru tidak diperbolehkan mengikuti ujian dan kartu ujiannya ditahan oleh wali kelas.
Kini, ia bahkan membantu ibunya bekerja di rumah makan untuk menambah penghasilan keluarga.
Unggahan akun @rumpi_gosip dibanjiri komentar netizen yang menyoroti mahalnya biaya pendidikan dan lemahnya empati pihak sekolah.
Akun @gendut_gembira menulis, "Sekolah gratis tapi ujung-ujungnya bayar juga. Rp40 ribu aja bikin anak nggak boleh ujian? Parah."
Pengguna lain, @nit_3yuniarzih06, berkomentar, "Uang komite itu sumbangan sukarela, kok dipaksa? Harusnya bantu, bukan malah mempermalukan."
Sementara akun @supracyosupracoyo menulis, "Apa hubungannya uang komite dengan ujian? Bukannya pendidikan itu hak semua anak?"
Tagar #ViralGunungsitoli, #KeadilanUntukSiswa, dan #SekolahGratisTapiBayar sempat trending di kolom komentar unggahan tersebut.
Baca juga: Meski Rugikan Negara Rp649 Juta Korupsi Proyek Bronjong, Anggota DPRD Cuma Divonis 1 Tahun Penjara
Pihak SMAN 1 Gunungsitoli akhirnya buka suara.
Perwakilan sekolah, Otenieli, menegaskan bahwa tidak ada aturan yang melarang siswa ikut ujian hanya karena belum membayar uang komite.
"Sekalipun belum membayar, ada yang sampai sekarang belum membayar tetapi mereka ujian," ungkapnya.
"Sekolah wajib mengikutkan mereka ujian. Tidak ada alasan masalah sumbangan tersebut," tegas Otenieli.
Ia menambahkan, sekolah tidak pernah memberi perintah agar wali kelas menahan siswa karena belum membayar iuran.
Di tempat lain, dugaan adanya pungutan liar (pungli) setiap bulan juga terjadi di SMPN 2 Kersana.
Aduan ini disampaikan wali murid ke Bupati Brebes, Paramitha Widya Kusuma, melalui layanan Sambat Bupati (Sambu).
Wali murid menyampaikan adanya punggutan sebesar Rp50.000 per bulan yang ditarik sekolah ke tiap siswa dengan dalih sebagai sumbangan.
Para wali murid mengaku keberatan dengan sumbangan tersebut, lantaran tidak melalui musyawarah komite.
"SMPN 2 Kersana masih ada pungli. Per Bulan Rp 50.000 tahun 2024 dengan alasan komite, dan bukti yang diterbitkan sekolah.
Sementara di tahun 2025 masib ada, juga dengan alasan sumbangan, tetapi tidak ada bukti fisik, dan cuma berupa omongan dari pihak Tata Usaha (TU) sekolah," tulis satu wali murid SMPN Kersana, dalam aduan ke bupati.
"Seminggu yang lalu akan diadakan ujian, per siswa harus bayar 3 bulan Rp 150.000, dengan ancaman kalau tidak bayar tidak boleh mengikuti ujian," sambung tulisan tersebut.
Seorang wali murid yang enggan disebut namanya mengatakan, anaknya diminta membayar uang sumbangan tersebut saat hendak mengikuti Asesmen Sumatif Tengah Semester.
Saat itu, dia menambahkan, tidak ada pemberitahuan atau rapat terlebih dahulu, tetapi anaknya diminta membayar uang sumbangan Rp150.000.
"Uang ini katanya untuk sumbangan yang setiap bulannya Rp 50.000. Bukan uang komite, tapi uang sumbangan per bulan.
Padahal sekolah sudah menyatakan tahun ini sudah tidak ada sumbangan," ujar wali murid yang minta dirahasiakan identitasnya.
Menurutnya, saat kelas VII atau pada 2024 lalu, anaknya juga diminta membayar uang komite Rp50.000 per bulan.
Saat itu, anaknya menerima bukti pembayarannya.
Selain itu, sumbangan pada 2024 juga diawali dengan adanya rapat.
Namun, saat kelas VIII ini tidak ada bukti pembayaran dan rapat.
"Kalau waktu kelas VII lalu, anak saya mendapatkan bukti pembayaran uang komite. Tapi pas kemarin saat bayar tidak dapat. Kata anak saya tidak di kasih bukti apa-apa," tuturnya.
Hal yang sama juga disampaikan wali murid lain.
Ia mengaku, saat ini anaknya duduk di kelas VII, dan anak diminta membayar uang sumbangan menjelang ujian.
"Ya tanpa ada rapat atau apa, anak saya minta buat bayar uang sumbangan," jelasnya.
Wali murid lain juga menyampaikan yang sama.
Hanya saja, sang anak yang duduk di kelas VIII bisa mengikuti ujian meski tidak membayar uang sumbangan tersebut.
"Anak saya sih belum bayar, tapi bisa mengikuti ujian meskipun memakai karu ujian sementara," terangnya.
Baca juga: Nenek-nenek Kehilangan BPJS & Bantuan Sembako setelah Dituding Terlibat Judol, Anak Heran: Masak Iya
Menanggapi hal itu, Wakil Kepala SMPN 2 Kersana Bidang Sarana Prasarana, Suwondo, mengakui adanya penarikan sumbangan yang dibebankan kepada siswa.
Menurut dia, pihak sekolah terpaksa meminta dana sumbangan dari siswa karena dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) yang diterima tidak seperti yang diharapkan.
Sementara, ia berujar, sekolah membutuhkan pengembangan sarana dan prasarana.
Belum lagi, ada beberapa GTT dan PTT yang membutuhkan pembiayaan honor.
"Ini alasan kami meminta sumbangan kepada siswa, dan itu sifatnya tidak memaksa," jelasnya.
Suwondo menuturkan, dana sumbangan siswa kelas VII sudah dirapatkan dengan wali murid pada saat mereka awal masuk pada 2024.
Namun, sumbagan siswa kelas VII belum ada rapat, dan baru dilaksanakan rapat pada Sabtu (4/10/2025) lalu.
"Kalau untuk kelas VIII dan IX sudah dimusyawarahkan tahun lalu, dan sekarang tinggal dilanjutkan. Sedangkan kelas VII memang belum, dan baru dilaksanakan Sabtu kemarin," ucapnya, kepada media, Senin (6/10/2025).
Ia menyebut, sumbangan tersebut tidak ada kaitanya dengan ujian.
Sebab, semua siswa tetap mengikuti ujian meski belum membayar sumbangan.
"Tidak benar kalau siswa yang belum membayar tidak bisa ikut ujian. Semua siswa tetap ikut ujian meski belum membayar sumbangan," tandasnya.

Sementara, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Brebes memanggil Kepala SMPN 2 Kersana untuk dimintai klarifikasi.
"Adanya laporan ini, kami sudah memanggil sekolah pada 1 Oktober lalu untuk dimintai klarifikasi," ujar Kabid Pendidikan Dasar Dindikpora Kabupaten Brebes, Adhitya Perdana.
Menurut dia, dari hasil klarifikasi tersebut, pihak sekolah mengklaim jika laporan ini tidak benar.
Iuran komite pada 2024 itu sudah melalui rapat dengan wali murid, dan dalam praktiknya tidak semua siswa membayar iuran, karena tidak ada paksaan.
"Dari hasil klarifikasi, iuran Rp 150.000 untuk ujian dan tidak semua siswa bayar. Sebab ada siswa yang tidak bayar tetap mengikuti ujian," terangnya.
Baca juga: Sesumbar Bakal Demo Pakai Bra & Celana Demi Bela Jokowi, Diana Bantah Tak Senonoh: Saya Jengkel!
Bulan Madu Berujung Maut, Gilang Paksakan Hadiri Pemakaman Istrinya: Cindy Dimana? |
![]() |
---|
Jokowi Tertawa Lihat Tepuk Sakinah saat Jadi Saksi di Pernikahan Wali Kota Tegal |
![]() |
---|
Meski Rugikan Negara Rp649 Juta Korupsi Proyek Bronjong, Anggota DPRD Cuma Divonis 1 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Curhat Minta Bantuan usai Putus Cinta, Nyawa Dina Malah Dihabisi Atasannya, Sempat Dirudapaksa |
![]() |
---|
Nenek-nenek Kehilangan BPJS & Bantuan Sembako setelah Dituding Terlibat Judol, Anak Heran: Masak Iya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.