Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Tiap Hari Panggul Tas Bambu dan Untung Rp75 Ribu, Pak Zul Pedagang Asongan Bangga Anak Kuliah Gratis

Inilah kisah Pak Zul, pedagang asongan di Jalan Latumenten, Jakarta Barat. Tiap hari ia memanggul tas bambu berisi berbagai barang dagangan

Penulis: Ani Susanti | Editor: Ani Susanti
TRIBUNJAKARTA.COM/ELGA PUTRA
KISAH INSPIRATIF - Pak Zul, pedagang asongan di kawasan Grogol, Jakarta Barat yang bangga karena anaknya mendapat beasiswa untuk kuliah. Tiap hari ia jualan dapat untung Rp 75 ribu. 
Ringkasan Berita:

TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah Pak Zul, pedagang asongan di Jalan Latumenten, Jakarta Barat.

Tiap hari pria berusia 60 tahun itu memanggul tas bambu berisi berbagai barang dagangan. 

Isinya jepitan, gunting kuku, lem korea, gantungan kunci, hingga kanebo.

Harga barang itu mulai dari Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu.

Semua dibelinya di Pasar Pagi Tambora.

Baca juga: Sosok Windy Mahasiswi Penjual Jagung Bakar Peraih Beasiswa Kuliah, Ingin Perbaiki Ekonomi Keluarga

Pak Zul berasal dari Sumatera Barat.

Ia sudah lima tahun terakhir berdagang asongan di kawasan itu.

"Sebelumnya udah dagang macem-macem puluhan tahun. Sekarang dagang inian aja," kata Pak Zul sembari beristirahat di dekat perlintasan rel kereta Grogol, Selasa (4/11/2025), melansir dari TribunJakarta.

Berjualan asongan semacam ini, Pak Zul mengakui untungnya memang tidak besar.

“Rata-rata paling Rp75 ribu sehari,” ujarnya sambil tersenyum. 

“Namanya dagang, kadang ramai, kadang sepi. Kalau sepi ya enggak ada yang beli, kadang sampai malam juga enggak laku," ujarnya.

Namun, untungnya dagangannya ini tak basi

 Jadi tak berisiko sekalipun tak laku di hari itu.

“Untungnya dagangan saya enggak basi, yang penting jangan rusak. Alhamdulillah paling lama beberapa bulan juga laku,” tuturnya.

Meski hidupnya sederhana, semangat Pak Zul tak pernah padam. 

Ia bersyukur karena masih diberi kesehatan dan rezeki yang cukup untuk bertahan di ibu kota. 

“Alhamdulillah belum pernah diangkut Satpol PP, paling ditegur aja. Saya juga bersyukur aja, yang penting sehat dan enggak minta-minta,” katanya.

Di Jakarta, ia ngontrak petakan seharga Rp 400 ribu perbulan di kawasan Grogol.

Sedangkan keluarganya berada di Padang, Sumatera Barat.

Baca juga: Kisah Pilu Pedagang Tahu di Jember Beasiswa Kuliah Putrinya Tetiba Dicabut Gegara Tak Ikut Mahad

Namun, di balik wajahnya yang legam karena terik matahari, ada kebanggaan besar yang tak bisa disembunyikan yakni saat menceritakan salah satu anaknya.

Pak Zul bercerita tentang anak perempuannya yang kini sedang menempuh pendidikan jurusan Teknik Kimia di salah satu universitas negeri di Lampung.

“Alhamdulillah dia dapat beasiswa dari pemerintah. Kalau enggak, mana sanggup saya biayain,” ucapnya.

Bagi Pak Zul, anaknya adalah simbol harapan.

Dari hasil berjualan barang-barang kecil di pinggir jalan, ia bisa membantu sedikit demi sedikit kebutuhan anaknya. 

Namun sebagian besar biaya ditanggung beasiswa yang diperoleh sang anak karena prestasi akademiknya.

“Dia rajin belajar dari dulu. Saya cuma bisa bantu doa dan semangat. Sekarang mau wisuda, saya senang sekali,” ujarnya.

Kini, di usia senjanya, Pak Zul berharap sang anak bisa sukses dan mengangkat derajat keluarganya.

“Saya cuma ingin anak saya sukses. Biar dia enggak usah kayak saya, panas-panasan di jalan,” katanya.

Baca juga: Medali Prestasi Anak Penjual Pulsa Seperti Jemuran Baju, Dua Dinding Masih Belum Muat

Sebelumnya sosok Junaedi, tukang tamban yang bisa kuliahkan anaknya juga menginspirasi.

Pria berusia 54 tahun sudah lama jadi tukang tambal ban di depan salah satu mal di Surabaya, Jawa Timur.

35 tahun jadi tukang tambal ban, Junaedi mengatakan bahwa kunci bahagianya adalah rajin shalat malam dan berpuasa Senin-Kamis.

 "Yang penting kita taat sama Gusti Allah, pasti diberi kebahagiaan," kata Junaedi saat ditemui di lapaknya, Jumat (24/1/2025).

Menurut Junaedi, ketenangan batin, kesehatan, dan keharmonisan keluarga merupakan definisi dari bahagia yang ia yakini.

"Rezeki itu sudah ada yang mengatur. Kalau yang kaya aja belum tentu bahagia, jadi kita yang enggak kaya harus bahagia," ucapnya sembari tertawa, melansir dari Kompas.com.

Penghasilan Junaedi pun tak pasti. Jika beruntung dalam sehari dia bisa mendapatkan Rp50.000.

Namun, lebih sering tidak ada pelanggan sama sekali, kata dia.

"Istri saya juga bantu jualan nasi bungkus didekat sekolah disana. Jadi sedikit terbantu, yang penting kita sudah berusaha" sambungnya.

Selain menjadi tukang tambal ban, dulu Junaedi pernah bekerja sebagai tukang becak.

Tetapi karena pelanggan yang semakin sepi, akhirnya dia menjual becaknya.

"Semuanya saya coba, yang penting bisa pulang bawa rezeki yang halal," tutur Junaedi.

Berkat kegigihan dalam bekerja dan doa tanpa henti, Junaedi kini mampu menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

"Meskipun saya lulusan SD (Sekolah Dasar), tapi saya selalu ingin anak saya bisa kuliah," kata dia.

Baca juga: Anak Tukang Kayu Diremehkan Tak Bakal Bisa Kuliah, Kini Justru Jadi Wisudawati Terbaik

Putrinya, Rahmawati (21) kini sedang menempuh pendidikan untuk meraih gelar sarjana dari  jurusan Manajemen di Universitas Bhayangkara, Surabaya.

Untuk biaya kuliah, Junaedi mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp1,35 juta per semester. Biaya tersebut dia tanggung sendiri tanpa ada bantuan dari Pemerintah.

"Anak saya sudah pernah coba buat daftar KIP (Kartu Indonesia Pintar), tapi juga enggak pernah lolos, enggak tahu kenapa," kata dia.

Berbagai program beasiswa juga sudah dicoba, tapi selalu gagal.

Biar pun begitu, Junaedi selalu tegas melarang anaknya untuk kuliah sambil bekerja.

"Memang tugasnya saya sebagai orangtua untuk mencari nafkah. Sudah, kamu cukup fokus sekolah," ucap dia sambil lagi-lagi tersenyum.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved