Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Warga Protes Pembangunan Dapur MBG di Samping Sekolah, Khawatir Bau & Pembuangan Air Tidak Jelas

Orang tua murid dan warga sekitar protes pembangunan dapur MBG di SD Sagalife School, Selasa (4/11/2025).

|
Penulis: Alga | Editor: Alga W
Dok Dandi
TOLAK DAPUR MBG - Selokan air yang dikhawatirkan berdampak menurut orang tua murid hingga pengelola SD Sagalife School, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disebut belum berkoordinasi dengan lingkungan sekitar. 
Ringkasan Berita:

TRIBUNJATIM.COM - Orang tua murid dan warga sekitar memprotes pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) berada di SD Sagalife School, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara.

Mereka khawatir keberadaan dapur tersebut mengganggu kenyamanan belajar dan memperparah kondisi lingkungan yang rawan banjir.

Baca juga: Diusir Keamanan dari Konser BLACKPINK, Mbak Rara Si Pawang Hujan Disebut Masuk Tanpa Izin: Nyelonong

Humas SD Sagalife, Dandi mengatakan, keluhan muncul karena menurutnya pembangunan dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak sekolah.

Berkaitan hal itu, lokasi dapur yang berdekatan dengan sekolah juga dikhawatirkan berdampak pada kenyamanan dan lingkungan di sekitar.

"Yang paling banyak mengeluh justru wali murid, karena anak-anak mereka sekolah di sini dan tahu kondisi lingkungannya," kata Dandi pada Selasa (4/11/2025).

Dandi menjelaskan, kawasan tersebut terkategori rawan banjir dan memiliki sistem saluran air yang belum jelas pembuangannya.

Ia pun khawatir, keberadaan dapur yang beroperasi setiap hari justru memperparah kondisi lingkungan.

"Lingkungan di sini rawan banjir, dan kami belum tahu saluran air dari dapur itu ke mana pembuangannya," jelasnya.

"Kami sudah beberapa kali ajukan perbaikan drainase," tambah Dandi, melansir Warta Kota.

Dandi menuturkan, perizinan pembangunan SPPG juga diduga belum berkoordinasi dengan perangkat RT maupun RW setempat.

"Saya sudah coba kroscek ke RT dan RW, tapi mereka bilang belum ada pemberitahuan dari pihak dapur MBG," tuturnya.

"Bahkan RT RW juga tidak tahu kalau di situ akan dibangun dapur," tambah Dandi.

Dandi menyampaikan, kekhawatiran tidak hanya tentang persoalan saluran air.

Pihak sekolah juga memikirkan dampak ventilasi udara SPPG yang mengarah langsung ke bangunan sekolah.

"Ventilasi udaranya itu menghadap ke sekolah. Kami khawatir nanti aroma dari dapur mengganggu kegiatan belajar."

"Kalau soal bau sih masih perkiraan, tapi yang jelas pembuangan airnya harus diperhatikan," ucapnya.

Berkaitan hal itu, anggota DPRD Kota Bekasi, Samuel Sitompul, menegaskan pentingnya pengawasan dalam pelaksanaan program MBG.

Sehingga dapat berlangsung sesuai standar, terkhusus mengenai pengelolaan limbah, perizinan, dan pemerataan distribusi makanan.

"Kami juga memantau pengelolaan limbah. Ada dapur yang sudah bisa mengolah minyak bekas jadi bahan bakar ulang, atau limbah makanan jadi pakan ternak. Tapi memang masih ada yang perlu dibenahi," tegas Samuel.

Baca juga: Cara Culas Warga Raup Rp128 Juta Modal Truk Tua, Pertamina Temukan 481 Transaksi Barcode Kendaraan

Samuel mengungkapkan, pemerintah pusat telah mewajibkan setiap dapur MBG memiliki izin lingkungan dan hasil uji sanitasi sebelum beroperasi agar tidak mencemari permukiman warga.

Lalu pada tahun 2026 mendatang, program MBG ditargetkan merata di seluruh sekolah di Kota Bekasi.

Dirinya sebagai wakil rakyat bertugas untuk memastikan pemerintah telah mewajibkan setiap dapur memiliki izin lingkungan dan hasil uji sanitasi untuk mencegah pencemaran terhadap warga sekitar.

"Tugas saya di DPRD adalah melakukan pengawasan, mulai dari koordinasi dengan kecamatan, pemantauan, hingga memastikan data penerima manfaat terverifikasi dengan baik, termasuk dari sisi kesehatan," pungkasnya.

TOLAK DAPUR MBG - Selokan air yang dikhawatirkan berdampak menurut orang tua murid hingga pengelola SD Sagalife School, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disebut belum berkoordinasi dengan lingkungan sekitar.
TOLAK DAPUR MBG - Selokan air yang dikhawatirkan berdampak menurut orang tua murid hingga pengelola SD Sagalife School, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disebut belum berkoordinasi dengan lingkungan sekitar. (Dok Dandi)

Kejadian lainnya

Sementara itu, aksi protes dilakukan puluhan relawan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Mereka mengamuk di dapur SPPG karena diduga mengalami pemotongan gaji.

Selain itu, mereka juga tidak pernah menerima upah lembur.

Peristiwa ini terjadi di Dapur SPPG Jalan Mappajalling Daeng Kawang, Kelurahan Sombalabella, Kecamatan Pattallassang, sekitar pukul 09.00 WITA, Jumat (24/10/2025).

Para relawan mendatangi lokasi untuk mencari Kepala Dapur SPPG Sombalabella, F-R, yang dituding menjadi penyebab keterlambatan dan pemotongan upah relawan MBG.

"Kami datang untuk mencari Kepala Dapur karena gaji kami selalu terlambat dan telah dua kali dilakukan pemotongan," kata salah satu relawan, Daeng Lebang, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com di lokasi.

"Dan ini ulah Kepala Dapur karena dia yang tangani semua gaji kami," lanjutnya.

Baca juga: Anggur Dalam MBG Mengandung Sianida, Dinas Pangan Bongkar Penyebabnya, Menu Sudah Ditarik

Menurut Lebang, para relawan awalnya dijanjikan upah bervariasi.

Koordinator dapur dijanjikan menerima Rp150 ribu per hari.

Sedangkan relawan biasa seperti juru masak dan petugas pengantar MBG mendapat Rp130 ribu per hari.

Namun dalam praktiknya, upah yang diterima lebih rendah dari kesepakatan awal, bahkan sempat dipotong kembali.

"Gaji awal Rp150 ribu untuk Koordinator Dapur, tetapi yang kami terima cuma Rp130 ribu dan ini mau dipotong lagi jadi Rp120 ribu," ujar Lebang.

"Kalau gaji relawan biasa awalnya mereka menerima Rp120 ribu dan ini mau dipotong lagi jadi Rp100 ribu, padahal janji awalnya Rp130 ribu per hari," jelasnya.

Selain pemotongan upah, para relawan juga mengaku tidak pernah mendapatkan upah lembur.

Padahal mereka bekerja sejak siang hingga malam untuk mengolah makanan MBG bagi ibu hamil, bayi, dan siswa sekolah.

SPPG Sombalabella di Kabupaten Takalar sendiri mulai beroperasi pada Senin (8/9/2025).

SPPG melibatkan 47 relawan yang memiliki beragam tugas dalam penyediaan dan distribusi makanan bergizi.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Kabupaten Takalar, Maulana, mengaku telah menerima laporan dari para relawan dan akan segera menindaklanjuti persoalan tersebut.

"Kejadian ini tentunya sangat kami sesalkan dan kami akan menindaklanjuti laporan para relawan serta memastikan hak para relawan terpenuhi," kata Maulana saat dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved