Polemik Proyek Surabaya Waterfront Land
Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim Dinilai Miliki Peran Krusial Tanggapi Aspirasi Warga Tolak SWL
Pemkot Surabaya dan Pemprov Jawa Timur dinilai memiliki peran krusial menanggapi aspirasi masyarakat yang menolak Surabaya Waterfront Land (SWL)
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Dwi Prastika
Poin Penting:
- Pemkot Surabaya dan Pemprov Jawa Timur dinilai memiliki peran krusial menanggapi aksi penolakan masyarakat terhadap proyek Surabaya Waterfront Land (SWL).
- Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur, Ali Yusa mengatakan, pemerintah dapat menginisiasi dialog multistakeholder, termasuk perwakilan masyarakat pesisir, akademisi, organisasi lingkungan, pihak swasta, dan tentunya pemerintah daerah.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dinilai memiliki peran krusial dalam menanggapi aspirasi masyarakat pesisir yang menolak proyek Surabaya Waterfront Land (SWL).
Ada sejumlah langkah untuk menindaklanjuti harapan masyarakat.
"Pendekatan ini harus berlandaskan pada prinsip pembangunan partisipatif dan keadilan lingkungan dengan merujuk pada SDG's dan Total Economic Value," kata Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur, Ali Yusa saat dikonfirmasi di Surabaya, Sabtu (27/9/2025).
Di antaranya, pemerintah dapat menginisiasi dialog multistakeholder, termasuk perwakilan masyarakat pesisir, akademisi, organisasi lingkungan, pihak swasta, dan tentunya pemerintah daerah.
Bukan sekadar forum komunikasi, dialog ini menjadi wahana untuk berbagi informasi secara transparan dan membangun pemahaman bersama.
"Pemerintah bisa memfasilitasi pertemuan rutin untuk mendengarkan langsung kekhawatiran masyarakat, seperti hilangnya mata pencaharian, kerusakan ekosistem, dan dislokasi sosial sehingga pemerintah memiliki gambaran utuh tentang dampak negatif proyek ini dari perspektif yang paling terdampak dan bukan berasal dari developer (pengembang)," katanya.
Berikutnya, pemerintah daerah perlu memfasilitasi dan menggunakan hasil kajian dampak lingkungan (Amdal) yang independen dan kredibel.
Seringkali, kajian Amdal yang disiapkan oleh pihak pengembang cenderung bias dan tidak mencerminkan dampak riil di lapangan.
Pemerintah bisa bekerja sama dengan universitas lokal atau lembaga penelitian independen untuk melakukan kajian ulang yang komprehensif mengenai dampak ekologis dan sosial-ekonomi proyek SWL.
Kajian ini harus mencakup analisis nilai ekonomi total (Total Economic Value - TEV) dari ekosistem pesisir yang ada, termasuk nilai jasa lingkungan (ecosystem services) seperti perlindungan pantai dan penyediaan habitat perikanan.
Baca juga: Warga Tolak Reklamasi, Eri Cahyadi Pastikan SWL Tak Masuk RTRW Kota Surabaya
Selain itu, pemerintah harus meninjau kembali izin-izin yang telah diterbitkan untuk proyek SWL. Khususnya, yang terkait dengan zonasi dan tata ruang.
"Jika ditemukan ketidaksesuaian atau pelanggaran, pemerintah harus berani mencabut izin tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip good governance dan penegakan hukum yang adil dengan mengadopsi regulasi yang lebih ketat untuk perlindungan kawasan pesisir yang bernilai ekologis tinggi, seperti mangrove dan padang lamun," katanya.
Dinas-dinas terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Sosial, harus diaktifkan untuk menjadi pendamping teknis dan advokat bagi masyarakat pesisir.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.