Kisah Inspiratif
Jerat Kriminal dan Narkoba tak Menyurutkan Siswa Kampung Anak Negeri ini Jadi Pengibar Paskibraka
Siswa ini pernah terjerembab dalam pengaruh kenakalan remaja, mulai mencuri, minum, mencoba narkoba sebelum akhirnya bangkit.
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Momen hari kemerdekaan RI ke 72 bakal menjadi saat yang tak terlupa oleh Bledheg Sangheta.
Siswa kelas XI SMKN 10 Surabaya ini terpilih menjadi salah satu pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) saat upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan RI di Balai Kota Surabaya, pada Kamis (17/8/2017) mendatang.
Ia mengaku tidak menyangka akan terpilih di antara ribuan siswa SMA/SMK di Kota Pahlawan. Yang kini ia rasakan, adalah tidak ada hal yang tidak mungkin diraih asalkan mau berusaha dan berubah.
“Tiga tahun yang lalu saya tidak seperti ini, saya masih jadi anak yang nakal, suka bikin pusing orang tua,” ucap Bledheg, yang ditemui Surya usai pengukuhan Paskibraka oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Gedung Sawunggaling, Selasa (15/8/2017).
Bledheg adalah anak binaan di Kampung Anak Negeri. Sebelum masuk ke Kampung Anak Negeri Bledhed sempat putus sekolah selama satu tahun.
(Saat Kaum Milenial Buat Naskah Proklamasi Pakai Mesin Ketik Manual, Begini Sensasi yang Dirasakan)
Ia terjerembab dalam pengaruh kenakalan remaja. Mencuri, minum, mencoba pil double L menjadi hal yang tidak bisa lepas dari Bledheg.
“Saat itu hal itu seperti menjadi pelampiasan bagi saya. Di saat-saat itu saya sangat mudah terbawa pengaruh lingkungan. Yang ada di pikiran saya hanya senang-senang saja, tidak mikir pentingnya sekolah,” ucap remaja kelahiran 12 November 1999 ini.
Maklum, sejak duduk di kelas 4 SD, kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Ia hidup terpisah dengan ibunya yang merantau ke luar pulau. Ia tinggal di Sidoarjo bersama sang ayah.
Jahatnya lingkungan jalanan akhirnya membuatnya justru masuk dalam dunia yang ia sebut dengan dunia gelap.
(Dua Bulan Jalin Hubungan, Inilah Percakapan Bu Lurah Cantik dengan Pelaku Sebelum Tewas)
Hingga akhirnya sang ibu memintanya untuk masuk ke Kampung Anak Negeri yang dimiliki Pemkot Surabaya. Ia dipaksa untuk masuk dalam system asrama yang ketat untuk belajar dan membenahi diri. Ia juga disekolahkan lagi di SMPN 19 program sekolah terbuka.
“Awalnya saya nggak kerasan. Sering kabur dan sering kena hukum. Setiap ketahuan kabur, saya digundul dan direndam di kolam di depan asrama,” ucapnya mengenang masa-masa adaptasi yang diakuinya memang sulit.
Maklum, selama tinggal di sana, system yang diterapkan di Kampung Anak Negeri terbilang ketat. Mereka ditempa untuk hidup disiplin, taat beribadah, dan dipaksa mengikuti kegiatan pengembangan bakat yang disediakan oleh Dinas Sosial.
(Mau Apel ke Mapolres, Polwan Cantik ini Dikeroyok Begal, Motor dan Barang Berharganya Jadi Bancaan)